Ilustrasi Medcom.id.
Ilustrasi Medcom.id.

E-commerce Mereguk Cuan dari Potensi Ekonomi Digital Rp1.100 Triliun

Eko Nordiansyah • 08 Maret 2023 20:04
Jakarta: Digitalisasi yang kian masif telah memberikan dampak positif bagi pertumbuhan industri e-commerce. Menurut Bank Indonesia (BI), nilai transaksi e-commerce melesat 18,8 persen menjadi Rp476,5 triliun pada 2022 dengan volume transaksinya sebanyak 3,49 miliar kali.
 
Namun, memasuki 2023, ada sejumlah tantangan seperti berakhirnya era bakar uang dan ketidakpastian global yang tidak bisa dihindari. Lalu bagaimana peluang industri e-commerce di tahun ini?
 
Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Bima Laga meyakini, industri e-commerce akan tetap tumbuh tahun ini. Berdasarkan laporan yang diserahkan oleh beberapa big player e-commerce, nilai transaksi digital, termasuk platform online travel agent (OTA) akan menembus Rp700 triliun.

"Dan menurut data Google dan Temasek untuk ekonomi digital secara keseluruhan tahun 2023 diprediksi bisa menyentuh Rp1.100 triliun jadi ada gap Rp400 triliun itu untuk semua e-commerce," ujar Bima Laga dalam diskusi 'Peran Ekonomi E-commerce: Tantangan, Peluang dan Kebijakan', dilansir Rabu, 8 Maret 2023.
 
Ekonom Binus University Doddy Ariefianto menilai dalam berkompetisi dan menggarap potensi yang besar tersebut, diharapkan para pelaku e-commerce tidak lagi melakukan cara-cara konvensional seperti 'bakar duit' dengan promo-promo besar, gratis ongkir dan sebagainya.
 
"Kalau sekadar istilahnya gimmick main harga itu jelas strategi yang sangat konvensional dan itu enggak akan survive. E-commerce juga harus kreatif dalam membuat user experience yang berbeda sehingga mampu bertahan dan bersaing," kata Doddy.

Lindungi UMKM go digital

Sementara terkait revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50 Tahun 2020, Bima Laga sebagai perwakilan idEA sejatinya menyetujui asalkan hal ini bertujuan untuk melindungi pelaku UMKM di Indonesia yang go digital dan masuk e-commerce.
 
Ia mencontohkan, terkait De Minimis (Batas Minimum) di Indonesia sudah paling rendah se-ASEAN, yaitu USD5. Artinya apabila membeli barang lebih dari USD5 maka sudah diharuskan membayar pajak. 
 
"Kalau kita mau menolkan De Minimis akan ada balasan atau retaliation begitu barang UMKM kita mau masuk ke negara tujuan ekspor. Kita tidak mau seperti itu. Kita tidak ingin aturan yang nanti direvisi akan menyerang balik UMKM kita," ungkapnya.
 
Baca juga: Wahai Pelaku UMKM, Yuk Pede Aja Manfaatkan Digitalisasi

 
Sementara terkait rencana penunjukan platform e-commerce sebagai pemungut, pemotong, dan pelapor pajak UMKM, Bima Laga menyebut, penting untuk menerapkan aturan yang equal playing field bagi seluruh platform online.
 
"Kita tidak ingin nanti player-player yang tadinya berjualan di anggota ekosistem tetapi ada beberapa player yang tidak bisa diterapkan sehingga terjadi migrasi atau penjualan yang tidak adil," kata dia.
 
Wakil Ketua Kadin bidang Kewirausahaan Dewi Meisari Haryanti mengatakan, lebih baik industri e-commerce dibiarkan untuk berdinamika dahulu selama 3-5 tahun ke depan. Mengingat e-commerce merupakan industri yang baru bertumbuh. 
 
"Jadi sebaiknya pemerintah menghindari mengubah-ubah aturan terlalu sering. Menurut saya, produk lokal UMKM sebaiknya tidak dikenakan PPN terlebih dahulu agar bisa berkembang," tutur Dewi.
 
Menurut Dewi, bentuk proteksi paling hakiki bagi UMKM yang go digital sebenarnya adalah pemberdayaan atau pendampingan. Sehingga mereka kuat ketika bertanding dan menghadapi persaingan serta mampu bertahan.
 
"Jadi kami ingin memperluas pendampingan digital benar-benar diajarin enggak usah pakai webinar-webinar. Pendampingan ini sampai mereka benar-benar bisa. Nah kami ingin mengajak semua melakukan pendampingan digital ini," ujarnya.?
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan