"Kenaikan harga minyak di atas USD100 per barel, tentunya sangat memberatkan APBN. Semakin tinggi kenaikan harga minyak, beban APBN makin berat," ujar Fahmy melalui keterangan tertulisnya, Jumat, 4 Maret 2022.
Beban APBN dikatakannya semakin bertambah, karena adanya anggaran kompensasi yang diberikan pemerintah kepada Pertamina. Terutama, saat menjual bahan bakar minyak (BBM) di bawah harga keekonomian.
Apabila tidak ada penaikan harga BBM, APBN jelas semakin terbebani. Namun, penaikan harga BBM di dalam negeri juga menjadi opsi dilematis bagi pengambil kebijakan. Sebab, langkah itu akan berdampak pada meningkatnya laju inflasi dan melemahkan daya beli masyarakat.
"Saat harga minyak dunia di atas USD100 per barel, pemerintah perlu naikkan harga BBM secara selektif, yakni menaikkan harga pertamax ke atas dan hapus premium. Namun, jangan naikkan harga pertalite," pungkas Fahmy.
Menurutnya, Pertamina bisa menaikkan harga BBM nonsubsidi, seperti pertamax turbo, pertamax dex, dan dexlite. Penaikan harga BBM selektif dinilai sebagai keputusan yang tepat dan cermat untuk mengurangi beban APBN. Dalam hal ini, tidak memicu inflasi dan memperburuk daya beli rakyat.
"Alasannya, proporsi konsumen kecil dan Pertamax tidak digunakan transportasi umum. Sehingga, tidak secara langsung menaikkan biaya distribusi, yang memicu kenaikan harga kebutuhan pokok," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News