Namun, di balik “kemenangan diplomatik” ini, ternyata ada risiko ekonomi yang tak boleh dianggap enteng.
Pakar makroekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M Rizal Taufikurahman, mengingatkan pemerintah dan publik agar tidak terlena dengan keuntungan jangka pendek.
Manis di depan, berisiko di belakang
Menurut Rizal, kesepakatan ini memang membuka peluang besar bagi pelaku ekspor Indonesia untuk tetap bersaing di pasar AS. Tapi ia menegaskan bahwa pemerintah harus jujur dalam membaca konsekuensinya.“Pemerintah perlu jujur membaca bahwa di balik keuntungan jangka pendek dari sisi ekspor, terdapat risiko jangka menengah-panjang terhadap kestabilan makroekonomi dan struktur neraca pembayaran nasional,” tegas Rizal dikutip dari Antara, Kamis, 17 Juli 2025.
Harga dari komitmen Indonesia ke AS
Salah satu klausul penting dalam kesepakatan RI-AS ini adalah komitmen pembelian energi dari Negeri Paman Sam sebesar 15 miliar dolar AS, atau setara Rp245,4 triliun (kurs JISDOR: Rp16.362,41 per dolar).Menurut Rizal, pembelian besar-besaran ini bisa memberikan tekanan serius pada neraca transaksi berjalan Indonesia. Apalagi jika tidak diimbangi peningkatan ekspor dari sektor lain.
“Ini mencerminkan pola perdagangan yang tidak setara, atau asymmetric trade, dengan akses ekspor diberikan yang berpotensi memperdalam ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap barang dan jasa dari AS,” jelasnya.
Potensi guncangan balance of payment
Ketergantungan pada impor energi juga membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga energi global. Jika harga minyak atau gas dunia melonjak, struktur neraca pembayaran (balance of payment) bisa terguncang.Rizal juga menyoroti risiko lain seperti masuknya produk AS secara lebih masif akan menekan pelaku usaha lokal, terutama di sektor aviasi, energi, dan pertambangan.
Jangan terlena, perlu diversifikasi pasar
Agar tidak terjebak dalam “ketergantungan dagang” terhadap satu negara, Rizal menyarankan agar pemerintah memperkuat hubungan dagang dengan negara lain.“Indonesia tidak boleh hanya terpaku pada pasar AS. Optimalisasi kerja sama dengan mitra lain seperti Uni Eropa, ASEAN, BRICS, dan Timur Tengah harus diintensifkan,” ucapnya.
Diversifikasi mitra dagang dinilai penting untuk menjaga keseimbangan struktural perdagangan dan melindungi ekonomi dari guncangan eksternal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id