Selama ini, dana operasional perusahaan rintisan dalam negeri sepenuhnya bergantung pada pendanaan pihak luar baik melalui fundraising, private placement sampai pinjaman.
“Memang dana dari investor sangat berguna bila ingin ekspansi tapi tentu tidak bisa terus-terusan mengandalkan pihak luar. Startup ini harus bisa menghitung kapan perusahaan bisa mandiri, break-even point, mengembalikan dana pinjaman dari investor dan mulai meraup keuntungan,” ungkap Hendra dalam keterangan tertulisnya dikutip Jumat, 27 Mei 2022.
Dia mencontohkan ada perusahaan startup besar Indonesia yang sudah berdiri selama puluhan tahun. Namun, masih beroperasi dengan menanggung utang puluhan triliun rupiah dan investor terus-terusan menyuntikkan modal.
“Bagi saya praktik seperti ini tidak masuk akal dan tidak sustainable. Kalau tiba-tiba investor startup kehabisan uang, apakah si startup masih bisa beroperasi atau malah kasak-kusuk mencari investor lain untuk suntikan modal?,” terang dia.
Dua perusahaan rintisan atau startup Tanah Air PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) atau LinkAja dan Zenius Education, belum lama ini mengumumkan PHK terhadap ratusan karyawan. Keduanya melanjutkan tren PHK oleh beberapa startup lainnya seperti Fabello, TaniHub, dan UangTeman.
Sebelum ini beberapa startup Indonesia yang akhirnya juga harus gulung tikar antara lain Airy Rooms, Stoqo, Qlapa, dan Sorabel.
Ia pun menyarankan startup Indonesia tidak perlu terlalu terburu-buru untuk booming. Dengan kata lain, lebih baik tumbuh secara organik.
"Kalau memang mau ekspansi baru cari investor. Dana dari investor itu hanya alat bantu untuk berkembang dan bukan tujuan utama mendirikan startup," terang dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News