"Kita inginkan pemerintah bisa mengawasi juga praktik price rigidity yakni ketika harga CPO naik, tapi Tandan Buah Segar (TBS) di level petani lambat meningkat karena petani sawit terutama petani swadaya daya tawarnya lemah," kata Direktur Center of Economics and Law Studies (Cellos) Bhima Yudhistira, kepada Medcom.id, Senin, 18 Juli 2022.
Sedangkan aturan pungutan ekspor CPO yang akan bersifat progresif per 1 September 2022, ia berpendapat, sudah tepat. Menurutnya pungutan ekspor memang cukup fleksibel tergantung dari fluktuasi harga CPO. Jika harga tinggi pungutan bisa naik tapi ketika harga CPO alami penurunan hingga 35 persen di pasar spot internasional maka pungutan ekspor bisa direlaksasi
"Kalaupun diganti dengan tarif progresif sebenarnya fungsi tetap sama mengatur pasokan agar tidak seluruh CPO diekspor. Yang jelas dalam pengaturan CPO, perlu fleksibilitas kebijakan melihat situasi dan kondisi, terutama keamanan stok CPO untuk pangan, dan harga TBS di level petani," ujarnya.
Ia berharap dengan pengaturan ulang pungutan ekspor bisa meningkatkan harga jual TBS petani. "Tapi tentu perlu dibarengi dengan penegakan pengawasan terhadap Permentan 1/2018 soal penetapan harga TBS," imbuhnya.
Baca: Mantap! IMF Yakin Ekonomi Indonesia Tumbuh Positif |
Seperti diketahui, pemerintah melakukan penghapusan tarif pungutan ekspor untuk seluruh produk minyak kelapa sawit (CPO) mulai dari tandan buah segar, kelapa sawit, produk sawit, CPO, palm oil, dan use cooking oil termasuk fruit palm oil hingga 31 Agustus 2022 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115 Tahun 2022.
"PMK ini menurunkan tarif pajak pungutan ekspor jadi nol persen hingga 31 Agustus 2022. Jadi, pajak ekspor diturunkan nol rupiah kepada seluruh produk yang berhubungan dengan CPO atau kelapa sawit," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Ia menjelaskan tarif pungutan ekspor ini biasanya dikumpulkan untuk menjadi sumber dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Dana tersebut sebelumnya dimanfaatkan untuk membantu industri kelapa sawit, termasuk saat terjadi kenaikan harga minyak goreng.
"Makanya namanya pungutan ekspor. Sesudah 31 Agustus, yakni 1 September, kita akan menerapkan tarif yang sifatnya progresif. Kalau dalam hal ini harga CPO rendah maka tarifnya akan sangat rendah. Sedangkan kalau harganya naik, dia akan meningkat," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News