“Kami betul-betul harus bisa melindungi sektor yang memberikan dampak positif bagi perekonomian Jawa Timur, di mana produksi rokok di wilayah kami cukup besar,” ujar Adhy kepada wartawan dilansir Rabu, 11 September 2024.
Ia mengungkapkan, IHT juga penyerap tenaga kerja, baik di sektor Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Kretek Mesin (SKM). Selain itu, industri ini juga membuat petani tembakau di daerah Jawa Timur agar memiliki pendapatan dan kesejahteraan yang cukup bagus.
Oleh karena itu, Adhy berharap agar pemerintah pusat sebagai penentu kebijakan bagi IHT dapat mempertimbangkan situasi industri. Khususnya dalam menetapkan kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) untuk tahun 2025.
“Kebijakan cukai itu ranah kebijakan pusat yang pastinya sudah dipertimbangkan. Tetapi, kami berharap bahwa tentunya, kalau ada kenaikan, sangat perlu mempertimbangkan kondisi di lapangan. Jadi proporsional lah,” ujarnya.
Baca juga: PP 28/2024 Terbit, IHT Pikul Beban Berlipat Ganda Jika Cukai Naik |
Adhy berharap kenaikan CHT jangan sampai terlalu tinggi hingga memberatkan industri dan konsumen yang memilih rokok lebih murah, bahkan rokok ilegal. Apalagi, lanjut Adhy, cukai rokok adalah komponen paling besar dari harga rokok.
“Kenaikan cukai perlu betul-betul dihitung supaya tidak terjadi persoalan di industri, khususnya untuk SKT. Sektor SKT menyerap ribuan tenaga kerja dan jadi tumpuan (bagi pekerjanya) selama bertahun-tahun. SKT juga berperan membantu ekonomi masyarakat, jadi perlu dipertahankan,” katanya.
Selain itu, ia berharap agar pemerintah pusat dapat membuka ruang bagi daerah untuk memanfaatkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Selama ini IHT telah berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan per kapita dan lapangan kerja di Jawa Timur.
“Dari DBHCHT kami bisa membangun fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit dengan peralatan yang canggih. Selain itu, ada juga bantuan sosial bagi pekerja pabrik rokok, petani tembakau, serta sebagian untuk masyarakat miskin,” katanya.
Sebagai informasi, CHT yang berasal dari Jawa Timur adalah sebesar Rp127 triliun pada tahun ini dengan DBHCHT sebesar tiga persen atau Rp3,8 triliun. Dana ini kemudian dibagi kepada daerah penghasil dan daerah-daerah lain secara proporsional serta membantu pembangunan dari bidang kesehatan dan sosial.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News