Hari menyebutkan dalam dokumen hasil reviu sementara Tim Reviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri disebutkan, ada masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplit, sehingga menyebabkan biaya demurrage atau denda yang terjadi di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten, dan Jatim.
"Terdapat keterlambatan dan atau kendala dokumen impor yang tidak proper dan complete sehingga menyebabkan container yang telah tiba di wilayah Pabean/Pelabuhan tidak dapat dilakukan clearance," ujar Hari mengutip bunyi dari dokumen tersebut, Senin, 8 Juli 2024.
Dalam dokumen itu disebutkan, kebutuhan clearance di wilayah pabean atau pelabuhan belum dapat dilakukan lantaran dokumen impor belum diterima melebihi waktu yang telah ditentukan.
"Beberapa dokumen impor untuk kebutuhan clearance di wilayah pabean atau pelabuhan belum diterima melebihi tanggal estimate time arrival ETA/actual time arrival dan atau dokumen belum lengkap dan valid ketika kapal sudah sandar," lanjut bunyi dokumen reviu tersebut.
Tak hanya itu, dalam dokumen tersebut disebutkan telah terjadi kendala pada sistem Indonesia National Single Windows (INWS) pada kegiatan Impor tahap 11 yang dilakukan di Desember 2023.
"Dokumen yang diterima belum lengkap dan valid sehingga perlu dilakukan perbaikan setelah submit ke aplikasi INWS berupa lembar survey (LS)," bunyi dokumen reviu tersebut.
Baca juga: Dituduh Memainkan Harga Beras Impor, Bos Bulog: Kita Tetap Serap Beras Lokal Kok! |
Denda perubahan Perjanjian Impor
Dalam dokumen reviu tersebut juga disebutkan terjadinya biaya demurrage atau denda karena perubahan Perjanjian Impor (PI) dari yang lama ke baru. Lalu, ada juga phytosanitary yang expired dan kedatangan container besar dalam waktu bersamaan sehingga terjadi penumpukan container di pelabuhan.
Lebih lanjut kata dia, akibat tidak proper dan komplitnya dokumen impor dan masalah lainya telah menyebabkan biaya demurrage atau denda senilai Rp294,5 miliar. Dengan rincian wilayah Sumut sebesar Rp22 miliar, Rp94 miliar, dan Jawa Timur Rp 177 miliar.
Sebelumnya, Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) I Gusti Ketut Astawa mengatakan, Bapanas hanya sebagai regulator dalam soal impor beras dengan prinsip profesionalitas, akuntabel, dan kolaboratif.
Hal ini disampaikan Gusti Ketut merespons laporan Studi Rakyat Demokrasi (SDR) ke KPK terkait skandal impor beras. "Sebagai regulator yang diamanatkan Perpres 66 tahun 2021, tentunya prinsip profesionalitas, akuntabel, dan kolaboratif senantiasa kami usung," kata Gusti Ketut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News