Tujuan akhirnya, melipatgandakan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita menjadi USD10 ribu pada 2045, sehingga membawa Indonesia mendekati ambang negara berpendapatan tinggi menurut Bank Dunia. Pada saat yang sama, pergeseran ini akan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru di luar Jawa, pulau terkaya dan terpadat.
"Kami menggunakan nikel sebagai prototipe. Konyol memang, sebab kami punya bahan mentahnya tapi malah dijual untuk disuling di luar negeri lalu diimpor kembali. Di mana kita meninggalkan otak kita?" ketus Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dalam wawancara dengan Bangkok Post, dikutip Selasa, 28 Februari 2023.
Tiru Taiwan dan Korsel
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri ingin meniru model ekonomi Taiwan dan Korea Selatan. Kedua negara ini berhasil keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah, melalui pembangunan industri manufaktur dan meningkatkan produktivitas secara masif.
Selama beberapa dekade, Indonesia mengandalkan ekspor komoditas mentah yang dinilai menjadi sebuah strategi rentan terhadap melimpahnya sumber daya. Jika harga komoditas tengah tinggi-tingginya memang berkah, tapi menjadi musibah ketika harganya anjlok.
Karena itu, Pemerintah Indonesia membuat peta jalan baru melalui hilirisasi yang dimulai dari minyak dan gas bumi (migas) dan kemudian ke perikanan. Dengan ini, nantinya Indonesia hanya akan mengekspor minyak sawit olahan, produk kelapa, kayu, rumput laut, bahkan garam.
Pemerintah memperkirakan, langkah dan upaya tersebut dapat mendorong untuk menarik investasi senilai USD545 miliar. Angka ini sekitar setengah dari PDB nominal Indonesia saat ini.
"Dulu kita menjual cerita Indonesia dengan angka 280 juta orang, ribuan pulau, dan seterusnya. Itu mempromosikan sejarah, bukan investasi. Sekarang kami memberitahu mereka, 'industri apa yang investor inginkan?' Inilah yang dapat Anda buat dan disinilah Anda dapat melakukannya," tegas Bahlil.
Manjakan investor
Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal sendiri telah menerbitkan menu proyek yang dapat dipilih investor, lengkap dengan tingkat pengembalian yang diharapkan, timeline balik modal, serta insentif yang disediakan negara.
Ini termasuk, misalnya, pabrik biji kakao senilai Rp49,8 miliar (USD3,3 juta) di Sulawesi Tengah yang menawarkan keuntungan 22 persen. Atau pabrik penyulingan tembaga Rp13 miliar di Jawa Timur dengan keuntungan yang diharapkan sebesar 16 persen.
Kebijakan mulai menunjukkan hasil. Ini terlihat dari surplus neraca perdagangan terbesar yang berhasil dicatatkan Indonesia pada tahun lalu, dengan investasi melonjak hingga 44 persen dan mencapai rekor sebanyak USD80 miliar. Keberhasilan ini didukung oleh pertambangan nikel dan tembaga, yang sebagian besar ditemukan di luar Pulau Jawa.
Di Maluku Utara, misalnya, investasi pada pemurnian nikel meningkatkan perekonomian provinsi sebesar 29 persen pada tahun lalu.
"Perusahaan telah menambang nikel di sana selama beberapa dekade, tetapi baru sekarang kami melihat pertumbuhan yang sangat besar ini. Dengan pertumbuhan, datanglah pekerjaan. Orang tidak perlu ke Jawa lagi untuk mencari pekerjaan yang bagus," tutur Bahlil.
Di Papua Barat, sedang dibangun pabrik untuk mengubah gas alam menjadi metanol, urea, dan amonia untuk digunakan sebagai pupuk. Di berbagai daerah juga sedang dipersiapkan industri pemrosesan dan pengemasan tuna dan udang siap saji, daripada mengirim hasil tangkapan ke Thailand atau Vietnam.
Baca juga: Hilirisasi Fokus di Pertambangan? Presiden: Tak Hanya di Situ! |
Tekad pemerintah hilirisasi SDA
Melimpahnya sumber daya nikel Indonesia menjadi berkah di tengah lonjakan permintaan global, salah satunya peningkatan produksi baterai untuk kendaraan listrik. London Metals Exchange pun menawarkan kerja sama untuk untuk membangun smelter.
Di sisi lain, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mendukung protes Uni Eropa terhadap larangan ekspor bijih nikel yang ditegaskan Pemerintah Indonesia. Presiden Jokowi berjanji untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut dan menolak untuk mengubah kebijakannya.
Sementara Indonesia mengandalkan larangan ekspor untuk memaksa perusahaan membangun fasilitas hilirisasi di dalam negeri, di sisi lain pemerintah juga menyatakan ketegasannya dalam mengambil pendekatan yang lebih lunak lewat penghapusan insentif barang-barang mentah secara bertahap.
"Kami tidak akan menunggu. Jika kami mengatakan industri harus siap sebelum kami menghentikan ekspor, itu akan memakan waktu terlalu lama dan kami akan mendapatkan alasan lama yang sama," terang Bahlil.
Sementara itu, Bahlil menegaskan strategi hilirisasi tidak akan tergerus oleh pemilu yang bakal digelar tahun depan, ketika Jokowi harus mundur setelah masa jabatan keduanya berakhir. Pergeseran itu sudah terkunci dalam ekonomi, karena smelter dan pabrik sudah dibangun.
"Selain itu, siapa pun yang membalikkan ini akan ditertawakan. Kita sudah setengah jalan, mengapa kita harus kembali?" ketusnya.
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News