Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Dharmaningtyas mengatakan perusahaan otobus berbeda dengan perusahaan logistik yang fokus mengangkut barang. Karenanya, protokol kesehatan tidak diterapkan lantaran transportasi bus melibatkan masyarakat bedekatan dalam jumlah besar.
"Transportasi umum ini sangat potensial pembawa penularan karena orang berinteraksi satu sama lain. Protokol kesehatan akan sulit diterapkan, kalau sudah di jalan siapa yang mau kontrol," kata Dharmaningtyas kepada Medcom.id, Kamis, 23 April 2020.
Larangan mudik yang dilakukan pemerintah perlu ketegasan dalam implementasi di lapangan. Selain kerelaan perusahaan otobus, petugas keamanan juga perlu memastikan seluruh jalur yang dilalui masyarakat bisa dikendalikan.
"Untuk memutus mata rantai penularan covid-19, saya kira itu salah satu solusi melarang mudik. Sehingga penyebaran wabah tidak ke daerah-daerah, kalau ke daerah itu jauh lebih repot karena fasilitas kesehatan di daerah terbatas," ungkapnya.
Meski demikian, larangan mudik ini memiliki konsekuensi terhadap lapangan kerja yang bernaung di perusahaan otobus. Sehingga pemerintah perlu memberikan kompensasi agar kepatuhan masyarakat untuk tetap berada di rumah berjalan efektif.
Data Organisasi Angkutan Darat (Organda) menunjukkan sekitar 1,5 juta orang supir dan awak bus terancam dirumahkan lantaran omzet pengusaha otobus turun nyaris 100 persen saat kebijakan larangan mudik berjalan. Tanpa adanya stimulus eksistensi perusahaan besar pun hanya akan bisa bertahan maksimal tiga bulan untuk tetap mempertahankan aset.
"Tiga bulan saja mereka sudah tidak akan bisa bertahan. Pasti aset-aset dijual untuk mengembalikan pinjaman di bank," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id