"Kita berharap dapat kesepakatan penurunan di level USD15 jutaan per bulan sampai USD20 juta," kata Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR-RI di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa, 14 Juli 2020.
Irfan menuturkan pihaknya melakukan diskusi dan negosiasi selama hampir tiga bulan untuk restrukturisasi sewa pesawat tersebut.
Negosiasi tersebut, diakuinya tidak mudah. Bahkan, ia mengaku sampai mengancam lessor untuk mengambil pesawatnya saja jika tidak mendapatkan restrukturisasi.
"Kita diskusi apapun sampai kita mengancam lah istilahnya. 'Kalau lo enggak mau ngikutin gue, ambil saja lah itu pesawatnya'. Sampai kepada level itu. Tapi tampaknya semua lessor enggak ada yang mau ambil pesawat karena kondisi di luar juga enggak baik," tuturnya.
Irfan membeberkan pihaknya sampai melakukan hal tersebut lantaran struktur biaya pada sewa pesawat sangat besar. Secara kontraktual, biaya sewa pesawat mencapai kisaran USD70 juta per bulan
Saat ini emiten berkode GIAA itu memiliki 155 armada dengan perjanjian kepada 26 lessor untuk jenis pesawat 777, Airbus, 737, CRJ, dan tipe lainnya.
"Secara kontraktual kita tiap bulan bayarnya USD70-an juta per bulan, secara kontraktual total semuanya. Artinya kalau kita bisa turunkan 20 persen extension sewanya untuk tipe-tipe pesawat tertentu kita bisa saving USD15 juta per bulan," sebutnya.
Selain melakukan restrukturisasi sewa pesawat, maskapai pelat merah juga akan mengembalikan 18 unit pesawat Bombardier CRJ-100 dan Airbus karena dinilai tidak cocok.
"Yang kedua adalah pesawat yang tidak cocok buat Garuda kita kembalikan, ada yang 10 tahun, 12 tahun," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News