Ilustrasi buruh rokok. Foto: dok MI/Bagus Suryo.
Ilustrasi buruh rokok. Foto: dok MI/Bagus Suryo.

Imbas Pandemi, Pekerja Perempuan Lebih Sedikit yang Bisa Kembali Bekerja

Eko Nordiansyah • 02 Desember 2021 22:07
Jakarta: Laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO) mengungkap, jumlah pekerja perempuan yang bisa kembali bekerja di masa pemulihan akibat pandemi pada 2021 berkurang sebanyak 13 juta orang dibandingkan dengan 2019. Sementara jumlah pekerja pria yang bisa kembali bekerja diperkirakan masih sama seperti 2019.
 
Walaupun proyeksi pertumbuhan pekerjaan perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki, namun ternyata hal ini tidak cukup mengembalikan jumlah pekerja perempuan seperti sebelum pandemi pada 2019. Hal ini terjadi karena kebanyakan perempuan bekerja di sektor-sektor yang paling terpukul akibat pandemi covid-19.
 
Di Indonesia, industri Sigaret Kretek Tangan (SKT) menjadi salah satu sektor yang banyak mempekerjakan perempuan. Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati Tangka mengatakan banyak pekerja perempuan yang dirumahkan atau terpaksa kehilangan pekerjaan akibat pandemi yang menekan perusahaan atau pabrik di Indonesia.

"Pekerja perempuan sebagai pelinting rokok terdampak sekali akibat pandemi. Mereka ini dirumahkan dan menghadapi ketidakpastian, apakah bisa kembali bekerja lagi atau tidak," katanya kepada wartawan, Kamis, 2 Desember 2021.
 
Bahkan, Mike menyebut, situasi yang lebih tidak pasti lagi dihadapi oleh pekerja linting rokok yang dipekerjakan dengan sistem rumahan. Tidak hanya mengalami ketidakpastian akibat pandemi, para pekerja pelinting perempuan ini juga tengah was-was karena rencana kenaikan cukai hasil tembakau tahun depan.
 
"Di satu sisi, kebijakan menaikkan cukai itu mungkin untuk mengurangi konsumsi, dan menjadi dilematis bagi Koalisi Perempuan Indonesia bahwa hampir 100 persen yang menunjang keberhasilan perusahaan rokok ini adalah perempuan," ujar dia.
 
Menurutnya, sebelum pemerintah memutuskan kebijakan kenaikan cukai, antisipasi terhadap nasib ribuan bahkan jutaan pekerja linting rokok harus disiapkan. Untuk itu, ia berharap pemerintah dapat menetapkan regulasi dengan mempertimbangkan banyak aspek, khususnya yang berdampak cukup besar dalam ekonomi perempuan.
 
"Persoalannya adalah ada implikasi yang akan terjadi seperti peningkatan kemiskinan yang jatuhnya ke perempuan lagi. Perempuan-perempuan yang bekerja sebagai pekerja linting itu bekerja untuk mencari nafkah keluarga," ungkapnya.
 
Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Sudarto sebelumnya mengungkap jumlah pekerja SKT yang mengalami PHK selama 10 tahun terakhir mencapai lebih dari 68 ribu orang. Untuk itu, ia meminta pemerintah tidak menaikan cukai SKT pada 2022.
 
"Pertimbangan pemerintah yang tidak menaikkan cukai hasil tembakau khususnya SKT adalah upaya yang tepat untuk menyelamatkan pekerja perempuan di sektor SKT. Kami memohon kepada pemerintah, mohon bantu agar pekerja di sektor padat karya tetap bisa bekerja di masa pandemi, dengan cara tidak menaikkan cukai SKT pada 2022," pungkas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan