Pertama, ia menyebut risiko yang harus menjadi perhatian adalah transmisi di sektor keuangan. Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta untuk melakukan stress test kepada perbankan atau lembaga keuangan yang memiliki keterkaitan dengan perusahaan pengembang terbesar kedua Tiongkok tersebut.
"Jadi BI, OJK, dan pemerintah perlu melakukan pendataan atau stress test kepada perbankan atau lembaga keuangan yang memiliki afiliasi baik langsung maupun tidak langsung kepada pembiayaan di Evergrande. Ini bisa meminimalisir dan mengantisipasi dampak transmisi krisis ke sektor keuangan," kata dia kepada Medcom.id, Jumat, 24 September 2021.
Kedua, Bhima menambahkan, yang perlu diantisipasi adalah dampaknya terhadap ekspor dan impor. Menurut dia, sektor properti tentu memiliki kaitan dengan bahan-bahan baku material yang sebagian diekspor Indonesia. Apalagi Tiongkok merupakan tujuan ekspor yang kontribusinya cukup besar terhadap perdagangan internasional Indonesia.
Ketiga, pemerintah juga diminta untuk mewaspadai adanya dampak terhadap kepercayaan sektor keuangan terhadap sektor properti di dalam negeri. dengan kondisi sektor properti yang belum pulih sepenuhnya, ia menyebut, kasus Evergrande berimbas pada keraguan lembaga keuangan membiayai kredit konstruksi ataupun kredit pemilikan rumah (KPR).
Selain tiga jalur transmisi yang bisa merembet kepada stabilitas sistem keuangan di Indonesia, Bhima juga mengatakan, perlu adanya antisipasi dalam melakukan dorongan kepercayaan terhadap pemulihan sektor properti dengan hati-hati. Apalagi saat ini BI juga memberikan kelonggaran uang muka untuk pembiayaan properti.
"BI punya kebijakan pelonggaran uang muka untuk pembelian rumah. Ini perlu diperhatikan efeknya terhadap pertumbuhan kredit properti, jangan sampai membuat bubble. Kemudian diperhatikan dampaknya terhadap kredit macet kedepannya. Ini perlu diperhatikan juga sehingga kasus yang ada di Tiongkok tidak merembet ke Indonesia," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News