Sebagai realisasi komitmen tersebut, Kemendag menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Global Reporting Initiative (GRI) melalui program peluncuran 'Sustainability Reporting for Responsible Business di Indonesia'.
"Indonesia telah menunjukkan komitmen terhadap perdagangan berkelanjutan. Salah satunya untuk produk kayu yang berkelanjutan melalui sistem legalitas kayu (SVLK) yang diakui Eropa. Ke depannya, diharapkan tidak ada lagi kampanye hitam yang ditujukan kepada produk-produk Indonesia, seperti yang telah terjadi pada produk sawit di Eropa," tegas Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kemendag Didi Sumedi dalam siaran persnya, Rabu, 29 September 2021.
Didi mengharapkan kerja sama ini dapat membantu para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk meningkatkan pemahaman terhadap aspek keberlanjutan dalam proses bisnisnya sesuai standar pelaporan internasional GRI. "Target dari kerja sama ini yaitu literasi keberlanjutan kepada 10 ribu pelaku usaha melalui kolaborasi jejaring GRI," ucapnya.
Menurut Didi, kerja sama ini juga merupakan komitmen Kemendag dalam mempromosikan ekspor dengan sistem perdagangan yang berkelanjutan (sustainable trade). Perkembangan gagasan perdagangan yang berkelanjutan dipandang sebagai peran penting dalam mencapai Agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs).
"Tidak dapat dipungkiri, sustainability merupakan isu global yang akan berdampak pada perdagangan internasional. Misalnya, inisiatif European Green Deal (mengubah 27 negara anggota Uni Eropa dari ekonomi yang tinggi karbon menjadi rendah karbon) atau rencana pajak karbon (pajak yang dikenakan atas pemakaian bahan bakar berbasis karbon)," imbuh dia.
Pemerintah Indonesia, lanjut Didi, telah berkomitmen untuk menyepakati SDGs. Saat ini, pemerintah sedang membahas dan mengembangkan rancangan undang-undang terkait pajak karbon.
Masyarakat di negara maju seperti Eropa dan Amerika telah memberikan perhatian besar terhadap isu keberlanjutan pada setiap produk yang dikonsumsi. Menurut laporan International Trade Centre (ITC) 2019, sebanyak 92 persen bisnis ritel di Eropa memproyeksikan peningkatan penjualan produk berkelanjutan dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
"Hal ini tentunya menjadi tantangan sekaligus hambatan bagi produk-produk Indonesia untuk bisa masuk pasar tersebut. Untuk itu, Indonesia harus mulai menyelaraskan praktik perdagangan, produk, dan layanannya dengan prinsip-prinsip keberlanjutan untuk meningkatkan daya saing serta merebut peluang pasar di dunia," tutup Didi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News