Jakarta: Pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di sektor properti diyakini bakal mendorong konsumsi masyarakat. Pasalnya, permintaan perumahan di level menengah ke bawah sangat tinggi.
"Sehingga tentu menjadi insentif mereka untuk meningkatkan konsumsi di bidang properti," ujar ekonom Indef Eko Listiyanto di Jakarta, Selasa, 2 Maret 2021.
Jika kebijakan insentif ini berjalan efektif, kata Eko, akan berimplikasi positif pada pemulihan ekonomi nasional. Bahkan memberikan kontribusi hingga 1 persen terhadap pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Namun, keberhasilan kebijakan tersebut bergantung pada lembaga keuangan yang selama ini memiliki andil dalam pembiayaan kredit perumahan.
"Saat ini kebijakan mendorong perumahan dan impactnya harus dilihat sektor keuangan apakah confident mendorong kredit properti mereka karena pandemi belum berakhir," terang eko.
Ia menambahkan insentif PPN tersebut akan menggeliatkan sektor penjualan perumahan, namun akselerasi permintaan properti tetap akan berjalan cukup landai.
"Artinya tidak mengakselerasi permintaan properti dimana akselerasi properti akan naik kalau pandemi melandai meski ada peningkatan tapi pelan dengan adanya kebijakan daya beli masyarakat ini," tambah Eko.
Adapun insentif PPN properti diberikan pemerintah terhadap hunian berupa rumah tapak maupun rumah susun dengan nilai maksimal Rp5 miliar. Masa berlaku insentif PPN properti itu hanya berlaku selama enam bulan sejak diundangkan. Dus, insentif ini akan berakhir pada akhir Agustus 2021.
Adapun skema pemberian insentif yakni PPN akan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah terhadap rumah tapak ataupun rumah susun dengan harga maksimal Rp2 miliar.
Sementara hunian berupa rumah tapak atau rumah susun dengan harga Rp2 miliar hingga Rp5 miliar PPN-nya akan ditanggung pemerintah sebesar 50 persen. Alokasi anggaran untuk insentif PPN properti berasal dari program PEN 2021 bidang insentif usaha sebesar Rp5 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News