Ilustrasi industri manufaktur. Foto: dok MI/Susanto.
Ilustrasi industri manufaktur. Foto: dok MI/Susanto.

Pertumbuhan Sektor Manufaktur di RI Pascapandemi Mulai Pulih

Ade Hapsari Lestarini • 05 April 2024 17:34
Jakarta: Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia, Teuku Riefky menyebut pertumbuhan sektor manufaktur di Indonesia pascapandemi covid-19 sudah mulai pulih dan menunjukkan perkembangan positif.
 
"Sektor manufaktur merupakan penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar dalam perekonomian Indonesia," tutur Riefky, Jumat, 5 April 2024.
 
Riefky menekankan posisi penting sektor manufaktur tersebut mengalami berbagai tantangan yang membuat performanya tidak maksimal.

"Kalau kita lihat faktor apa yang memengaruhi, ada bermacam-macam, dari sisi daya saing tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja, investasi yang masuk, iklim persaingan usaha, infrastruktur dan berbagai macam faktor lainnya," kata dia.
 
 
Baca juga: Indonesia Dipastikan Tak Alami Deindustrialisasi, Ini Faktanya!

 
Menurut Riefky ada berbagai kebijakan yang dikeluarkan berbagai kementerian atau lembaga negara yang dengan sendirinya memberikan imbas negatif pada performa sektor industri manufaktur.
 
"Saya tidak menyebutkan kementerian mana secara spesifik, tapi banyak kebijakan dari sisi regulasi, investasi, perbaikan infrastruktur, kemudahan berusaha, serta regulasi terkait misalnya akuisisi lahan yang memberikan dampak negatif terhadap industri dalam negeri," beber Riefky.
 
Riefky menjelaskan, sisi kebijakan fiskal Indonesia seperti bea masuk dan sebagainya ikut punya andil dalam daya saing sektor industri manufaktur Indonesia. "Dari sisi bea masuk juga tentu ada dampaknya terhadap daya saing industri nasional," tambah Riefky.
 

Ekspos sektor industri dalam negeri


Dalam konteks itu, menurutnya, pemerintah Indonesia perlu mengekspos sektor industri dalam negeri untuk mampu bersaing menghadapi industri luar negeri, namun pemerintah harus jelas dalam memberikan insentif untuk industri agar dapat bersaing dengan baik.
 
"Industri kita perlu diekpose pada persaingan dengan produk-produk luar disertai dengan insentif. Namun bukan berarti harus diproteksi secara utuh, kemudian tidak terekspose dari sisi persaingan terhadap kondisi global," jelas Riefky.
 
Senada dengan pandangan optimis mengenai pertumbuhan sektor industri manufaktur tersebut, persepsi pelaku usaha di Indonesia juga ada pada teritori positif. S&P Global baru saja merilis data Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Maret 2024 yang berada di level 54,2 atau naik 1,5 poin dibanding capaian Februari yang menyentuh angka 52,7.
 
Angka tersebut menunjukkan sektor industri manufaktur Indonesia sedang berada pada posisi ekspansif selama 31 bulan berturut-turut. Ini sejalan juga dengan capaian Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Maret yang sama-sama berada pada fase ekspansi di level 53,05.
 
Kinerja PMI Manufaktur Indonesia pada Maret 2024 lebih baik dibandingkan PMI Manufaktur negara-negara peers yang masih berada di fase kontraksi, seperti Malaysia (48,4), Thailand (49,1), Vietnam (49,9). Bahkan pencapaian tersebut lebih baik dari beberapa negara industri maju seperti Jepang (48,2), Korea Selatan (49,3), Jerman (41,6), Prancis (45,8), dan Inggris (49,9).
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan