Imbauan ini cukup beralasan karena pada awal penyusunan UU Kesehatan juga menghasilkan sejumlah pasal yang multitafsir dan menimbulkan polemik di publik, misalnya pasal zat adiktif berupa produk tembakau. Padahal aturan turunan UU Kesehatan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini ditargetkan selesai pada September 2023.
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansah menilai, keterlibatan industri tembakau memiliki peran yang penting dalam penyusunan aturan turunan terkait produk tembakau pada UU Kesehatan ini. Pasalnya, mereka adalah pihak yang akan berdampak secara langsung dari aturan tersebut.
"Jika ingin mengurangi resistensi publik, tentu yang pertama harus dilakukan adalah melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk industri tembakau, terhadap perumusan aturan turunan ini," kata dia dilansir, Senin, 18 September 2023.
Seperti diketahui, Kemenkes berencana menjadikan 108 Peraturan Pemerintah (PP) yang terpisah menjadi hanya satu PP, termasuk soal aturan tembakau. Meski begitu, Trubus mengimbau agar Kemenkes bisa membaginya ke beberapa klaster dan menempatkannya dengan tepat.
"Dengan pembagian klaster tersebut, aturan ini akan lebih mudah dipahami karena publik dapat melihat dari sisi kemanfaatan dan kepentingannya tidak dirugikan. Dari 108 PP kalau dijadiin satu ya harusnya diklaster-klasterin. Mudahnya kalau memperoleh manfaat, masyarakat akan dukung, tapi kalau merugikan tentu akan protes," jelasnya.
Sampai dengan saat ini Industri Hasil Tembakau (IHT) merupakan sektor penyumbang penerimaan negara terbesar lewat cukai ditambah penyerapan tenaga kerja dalam jumlah banyak. Oleh karena itu, jika industri ini semakin ditekan melalui regulasi yang eksesif, maka akan merugikan baik dari sisi penerimaan maupun tenaga kerjanya.
Baca juga: Mantap! Kualitas Hasil Panen Tembakau Tahun Ini Diproyeksi Meningkat |
Sementara Ketua Kebijakan Publik DPN Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana meminta pemerintah dapat bersikap lebih bijak dengan tidak menyerahkan semua aturan IHT ini kepada Kemenkes. Dikutip dari data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang terserap dalam industri rokok sebanyak 5,98 juta orang.
Oleh karena itu, ia menilai pendelegasian kebijakan IHT ini dapat membahayakan keberlangsungan industri ini dan semua ekosistem di dalamnya, termasuk menjadikan Kemenkes mengabaikan kewenangan dan tupoksi kementerian lain. Hal-hal yang menjadi kewenangan Kementerian/Lembaga lain contohnya seperti aspek ketenagakerjaan hingga soal cukai hasil tembakau.
"Kemenkes tidak memiliki cukup kemampuan untuk mengelola dampak pengaturan yang dikeluarkannya ini, setidaknya dampak kepada sistem perdagangan dan perindustrian, apalagi saat menyentuh persoalan ketenagakerjaan dan cukai pajak yang berlaku di Indonesia," ujar Danang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News