Mengacu riset Boston Consulting Group, pasar cloud Indonesia diramal membukukan pertumbuhan rata-rata (CAGR) sebesar 25 persen dari USD0,2 miliar pada 2018 menjadi USD0,8 miliar pada 2023. Salah satu penopang pertumbuhan yakni korporasi dan bisnis skala menengah telah merasakan dampak signifikan dalam penghematan biaya setelah mengadopsi layanan cloud.
Riset terbaru PwC pada akhir 2021 juga menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mengalami kenaikan pendapatan 20 persen setelah mengadopsi cloud. PwC memprediksi adopsi komputasi awan akan meningkatkan PDB Indonesia sekitar USD10,7 miliar selama lima tahun mendatang.
Hal itu yang akhirnya mendorong banyak perusahaan global berlomba-lomba masuk pasar Indonesia. Apalagi, pasar teknologi informasi (TI) Indonesia adalah salah satu pasar dengan pertumbuhan tercepat di kawasan Asia Pasifik (APAC). Konsultan cloud global, Crayon, misalnya, menjadi salah satu perusahaan yang meraih pertumbuhan bisnis tinggi.
"Dengan fokus pada pendekatan yang mengutamakan efisiensi biaya dan optimalisasi, Crayon Indonesia membidik target pertumbuhan lebih dari tiga kali lipat di tahun ini," ujar CEO Crayon Indonesia dan Malaysia Harith Ramotheram, dalam keterangan resminya, Kamis, 17 Maret 2022.
Di pasar Indonesia, Crayon membidik korporasi kelas menengah, medium, hingga konglomerasi besar. Sejauh ini, korporasi di sektor ritel, FMCG, manufaktur, pendidikan, jasa keuangan dan perbankan mendominasi pasar Crayon Indonesia.
"Dengan layanan cloud yang fokus pada efisiensi biaya dan optimalisasi, perusahaan tak perlu lagi repot mengurusi infrastruktur IT sehingga bisa fokus mengembangkan bisnis mereka," jelas Harith.
Di sisi lain, Pemerintah mendorong agar digitalisasi teknologi yang berkembang saat ini bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan berbagai kegiatan produktif. Transformasi digital diyakini bisa membantu mempercepat pemulihan ekonomi dari dampak pandemi covid-19.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, perkembangan digitalisasi yang pesat ini bagai dua sisi mata uang. Di satu sisi digitalisasi memberikan percepatan pemulihan dengan konektivitas yang cepat namun di sisi lain menciptakan kesenjangan karena masalah literasi dari masyarakat.
"Transformasi digital juga tidak sebatas teknologi dan lifestyle tapi juga mengurangi selisih dan mempercepat keseimbangan dan juga mendukung pemulihan yang lebih cepat," kata dia.
G20 telah menempatkan digitalisasi sebagai salah satu katalisator utama sumber pertumbuhan ekonomi. Pembahasan mengenai pemanfaatan digital terus berlangsung termasuk dalam Presidensi G20 Indonesia yang mengangkat tiga agenda utama yaitu arsitektur kesehatan global, transformasi ekonomi berbasis digital, dan transisi energi.
"Pada Presidensi G20 Kementerian Komunikasi dan Informatika memegang peranan penting untuk melakukan streamlining pembahasan isu transformasi ekonomi berbasis digital oleh working group dan engagement group, elevasi DEWG ini sangat tepat karena sejalan dengan pertumbuhan ekonomi digital Indonesia," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News