Ilustrasi: Medcom.id
Ilustrasi: Medcom.id

RUU Ciptaker Genjot Produktivitas Ekonomi di Indonesia

Al Abrar • 26 Agustus 2020 11:46
Jakarta: Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fitra Faisal menilai Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dapat menyelesaikan masalah dan tantangan perekonomian. Seperti dari lemahnya produktivitas dan rumitnya birokrasi. 
 
"Nah untuk membenahi itu memang butuh pendekatan yang jauh lebih institusional, tidak lagi menggunakan pendekatan yang sifatnya profesional. Maka dari sisi ini RUU Ciptaker itu memang harus ada," kata Fitra, Rabu, 26 Agustus 2020. 
 
Fitra menjelaskan salah satu yang dilakukan melalui pendekatan institusional yaitu memangkas birokrasi menjadi ringkas. Hal itu sangat diperlukan gua meningkatkan produktivitas ekonomi dan tenaga kerja di Indonesia. 

"Permasalahan kita dari sisi hulu. Bagaimana kemudian tenaga kerja kita, pertumbuhan produktivitasnya mandek," ujar dia. 
 
Fitra menyebut akibat rendah dan rumitnya birokrasi, Indonesia menjadi negara terendah kedua tingkat produktivitasnya di ASEAN.
 
"Produktivitas kita nomor dua di ASEAN terendah, ini masalah yang harus di selesaikan secara institusional," tuturnya. 
 
Fitra menuturkan adanya kebijakan RUU Cipta Kerja ini sudah tepat. Sehingga kata dia, upaya terbaik adalah memperbaiki isinya, bukan menolak RUU tersebut seluruhnya. 
 
"Berarti kalau sudah begitu kita harus melihat bahwa omnibus law ini lebih ke arah memperbaikinya, bukan menolak seluruhnya," tuturnya. 
 
"RUU Ciptaker memang tujuannya adalah untuk menciptakan lapangan kerja. Memperluas lapangan kerja dengan mendatangkan investasi," lanjutnya. 
 
Dia mencontohkan salah satu negara yang berhasil dengan mereformasi kebijakan ketenagakerjaannya seperti di Jerman melalui Harz Reform pada 2000. Kata dia, Jerman berhasil menurunkan tingkat penganggurannya melalui aturan tersebut.
 
"Tapi ingat, kalau kita lihat dari Jerman, dia melakukan reformasi ketenagakerjaan yang cukup signifikan, Jadi sejak awal 2000-an, dia buat namanya Harz Reform," katanya. 
 
Fitra menuturkan melihat adanya RUU Ciptaker di Indonesia sama halnya dengan melihat Harz Reform di Jerman yang tak jauh berbeda dengan RUU Ciptaker. 
 
"Kalau kita bicara soal reformasi ketenagakerjaan berarti sebenarnya itu juga lintas sektor, berarti kita bicara namanya pendidikan, profesional school, itu juga dibenerin, termasuk sistem unemployment juga diberdayakan," ucapnya. 
 
"Yang jelas ini win win situation, untuk tidak hanya para pengusaha tapi juga para pekerja," lanjutnya. 
 
Lebih jauh, Fitra mengatakan bahwa dampak dari kebijakan RUU Ciptaker ini memang butuh waktu. kata dia, sama halnya seperti Harz Reform, dampaknya akan terasa sekitar 4-5 tahun mendatang. 
 
Selain itu, RUU Ciptaker Kerja juga menjadi momentum dalam memanfaatkan bonus demografi di Indonesia yang akan berakhir hingga 2030. 
 
"Kita kan ada bonus demografi nih, dan akan habis secara teknis itu 2030, dan sebelum habis maka harus digenjot momentumnya, kalau kita kalah momentumnya, jadi kita akan tua sebelum kaya," ucapnya. 
 
Menurut Fitra banyaknya penolakan dari berbagai kalangan terkait adanya RUU Ciptaker ini lebih dikarenakan dibuatnya aturan ini tidak banyak melibatkan banyak orang. 
 
Padahal, kata dia, aturan ini membahas banyak kebijakan di lintas sektor. Hal itu yang membedakan antara RUU Ciptaker dan Harz Reform di Jerman. 
 
"Jadi kita lihat sekarang kenapa ciptaker ini banyak penolakan itu lebih karena banyak yang tidak terlibat, seperti top down, dan para pekerja dan akademisi juga sangat sedikit yang dilibatkan. Nah ini yang menyebabkan banyaknya penolakan-penolakan terhadap RUU Cipta kerja dan omnibus law pada umumnya," pungkasnya.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan