Jakarta: Mantan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menyebut anjloknya harga minyak dunia akan memengaruhi produksi gas bumi secara global.
"Perkembangan harga minyak dunia yang begitu dinamis akan berdampak pada sumber energi lainnya," katanya dalam akun media sosial, Sabtu, 25 April 2020.
Arcandra mengungkapkan salah satu konsumen gas bumi terbesar di dunia adalah Amerika Serikat. Saat ini konsumsi gas bumi di negara Paman Sam tersebut sekitar 30 triliun kaki kubik (tcf) per tahun.
Sebagai perbandingan, produksi gas bumi Indonesia sekitar 2,9 tcf per tahun dan sekitar 60 persen dikonsumsi untuk kebutuhan dalam negeri. Dengan kondisi minyak saat ini, fasilitas penampungan minyak Cushing di Oklahoma akan penuh. Fasilitas tersebut memiliki kapasitas 76 juta barel crude.
"Jika produksi minyak terhenti, gas yang diproduksi sebagai fluida ikutan dari minyak tersebut juga akan terhenti," ungkap dia.
Akibatnya, sekitar 14 miliar kaki kubik gas bumi per hari di AS akan menghilang dari pasar. AS sendiri mengekspor sekitar 8 bcf per hari dalam bentuk LNG ke pasar global.
Jika pengurangan produksi gas sebanyak 14 bcf per hari di AS ini bertahan selama dua bulan, maka akan terjadi pengurangan pasokan gas bumi global sebesar 840 bcf.
Apabila pasar kembali normal, akan butuh waktu untuk mengembalikan pasokan gas ke posisi awal sekitar satu bulan. Sehingga produksi gas di AS akan berkurang sebanyak 14 bcf dikalikan 90 hari yaitu sekitar 1,26 tcf.
Kekurangan pasokan tersebut tentu membuat harga gas bumi di AS pada musim panas nanti akan mengalami kenaikan cukup tajam. Hal itu turut berimbas pada produksi dan harga gas di negara lain, termasuk Indonesia.
"Bisa sekitar 1,5 kali dari harga sekarang. Ini dengan asumsi wabah covid-19 bisa terkendali pada musim panas tahun ini," pungkas Komisaris Utama PGN tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News