Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menjelaskan selama delapan tahun mengoperasikan CRJ, perseroan harus menanggung kerugian. Meskipun diakui Irfan, utilisasi pesawat-pesawat tersebut di atas penggunaan industri, namun tetap tidak menghasilkan keuntungan.
"Malah menciptakan kerugian yang cukup besar buat Garuda. Ke depan kita proyeksikan kerugian-kerugian akan muncul dengan memanfaatkan pesawat ini. Oleh sebab itu, penghentian ini adalah bagian dari upaya kita mengurangi kerugian di masa mendatang," kata Irfan dalam konferensi pers, Jakarta, Rabu, 10 Februari 2021.
Irfan mengatakan kerugian yang ditanggung perseroan setiap tahun mencapai lebih dari USD30 juta. Artinya, selama delapan tahun sekitar USD240 juta atau kurang lebih Rp3,35 triliun (asumsi kurs rupiah per 10 Februari Rp13.965 per USD). Sementara itu, biaya sewa pesawat per tahun sebesar USD27 juta.
Irfan mengatakan dengan terminasi dini ini mulai 1 Februari lalu, maka Garuda bisa menyelamatkan keuangannya sebesar lebih dari USD220 juta hingga 2027.
"Ini sebuah upaya untuk mengurangi kerugian penggunaan pesawat ini di Garuda," ujar Irfan.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mendukung langkah Garuda. Dia mengatakan pemutusan kontrak ini juga mempertimbangkan kondisi pandemi covid-19 yang masih berlangsung hingga saat ini, sehingga efisiensi menjadi kunci bagi perseroan untuk tetap bertahan.
Apalagi, kata Erick, Garuda menjadi salah satu maskapai yang biaya sewa pesawatnya paling tinggi di dunia yakni sebesar 27 persen.
"Saya sejak awal mengarahkan pada manajemen Garuda kita harus melakukan efisiensi karena tentu kondisi covid-19 yang sekarang masih berkelanjutan. Efisiensi jadi kunci di segala lini," tandas Erick.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News