"Petani misalnya diberi pembiayaan KUR, tapi kesulitan mendapat akses pasar yang menguntungkan sehingga rentan jatuh kepada tengkulak," kata Bhima saat dihubungi, Senin, 30 Agustus 2021.
Hal itu dibutuhkan, mengingat program Kementerian Pertanian dan perbankan itu terus diminati petani. Menurut Bhima, saat ini pembiayaan KUR masih bersifat on farm.
"Sementara, dibutuhkan juga KUR Pertanian di proses paska panen (off farm)," kata dia.
Menurut Bhima, banyak produksi petani yang tak diambil oleh industri makanan dan minuman. Pengusaha kebanyakan mengambil bahan baku impor.
Bhima juga mendorong pemerintah memastikan KUR Pertanian mendongkrak ekspor pangan. Di sisi lain, dia mendukung peningkatan plafon kredit tanpa jaminan itu menjadi Rp100-150 juta per pengajuan.
Baca: Rp70 Triliun Dana KUR Disiapkan Khusus untuk Petani Indonesia
Kemudian, Bhima melihat pelibatan lembaga keuangan non-bank seperti koperasi diperlukan di KUR Pertanian. Sebab, mereka memahami situasi di level mikro atau daerah.
Menurut Bhima, optimalisasi pertanian dibutuhkan di tengah pandemi. Sebab, sektor tersebut merupakan ujung tombak ketahanan pangan di tengah pandemi. Salah satunya, melalui stimulus teknologi pertanian.
"Pemberian bantuan pupuk yang lebih efektif, bantuan bibit unggul, sampai mendorong BUMN agar menjadi off-taker dalam menyerap produk hasil pertanian," kata dia.
Pemerintah juga disarankan memfasilitasi produk pertanian untuk ekspor. Sertifikasi mutu produk pertanian di negara tujuan ekspor, sertifikasi pangan organik, sampai non-tarif masih menjadi hambatan di sektor tersebut.
"Kalau petani Indonesia bisa menjual konyaku dari tanaman porang atau petis Ikan dari Madura sampai ke Malaysia dan Vietnam lewat e-commerce kan bagus sekali peluangnya," kata Bhima.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News