Pengamat penerbangan Gerry Soejatman menilai langkah itu bisa menjadi opsi terakhir yang diambil oleh pemerintah dan mungkin terwujud dalam jangka waktu cukup lama.
Pelita Air harus mempersiapkan banyak aspek untuk menjadi flag carrier, mulai dari produk, pelayanan penerbangan, strategi bisnis penjualan tiket dan lainnya.
"Itu akan memakan waktu yang panjang. Opsi ini mungkin bisa terjadi, tapi tidak mudah dan tidak bisa cepat. Kalau saya lihat, Pelita Air menggantikan Garuda itu last option (pilihan terakhir)," kata Gerry kepada Media Indonesia, Sabtu, 6 November 2021.
Terlebih, Pelita Air selama ini beroperasi sebagai maskapai carter atau sewa dalam mengangkut produk sektor minyak dan gas, dengan minim penerbangan berjadwal. Sehingga, anak usaha dari PT Pertamina (Persero) itu perlu mendapatkan perizinan Sertifikat Operator Udara (AOC), agar bisa terbang untuk tujuan komersial.
"Terakhir Pelita terbang penerbangan reguler non-charter-nya di 2007 atau 2009. Ini harus disiapkan banyak hal. Belum lagi pengadaan armadanya akan butuh waktu, termasuk pengecekan dan pelatihan kru baru untuk penerbangan berjadwal," jelas Gerry.
Dia pun menyarankan agar Garuda dan Kementerian BUMN fokus pada penyelesaian masalah utang dengan menggunakan jalur kepailitan atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Ada ratusan kreditur yang diperkirakan Gerry, terlibat utang dengan emiten yang memiliki kode saham GIAA itu.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) juga tengah memproses perizinan AOC maskapai Pelita Air. Saat ini Pelita Air memiliki dua izin, yaitu Surat Izin Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal (SIUAU-NB) dan SIUAU Niaga Tidak Berjadwal atau charter. Maskapai ini telah memiliki sertifikat standar yang diterbitkan oleh Online Single Submission Risk Based Approach atau OSS Berbasis Risiko.
"Kami masih proses sertifikasi teknis untuk AOC penerbangan berjadwal untuk Pelita Air, guna memenuhi peraturan yang berlaku," tutur Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News