Soal kelesuan juga menghantam bisnis MRT Jakarta yang baru berusia satu tahun. Hal itu sebagai imbas dari kebijakan Pemprov DKI Jakarta untuk melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mengakibatkan jumlah penumpang MRT berkurang drastis. Bahkan tujuh stasiun harus tutup demi mengurangi penyebaran covid-19.
Berdasarkan data Selasa, 28 April 2020, jumlah penumpang MRT Jakarta tinggal 2.080 orang. Jumlah itu jauh di bawah kondisi normal yang mencapai 109.873 penumpang per hari. Tentu saja, penurunan jumlah penumpang secara langsung mempengaruhi pendapatan MRT Jakarta.
Meskipun demikian, Dirut MRT Jakarta William Sabandar bertekad tidak akan mengurangi jumlah karyawan tetapnya yang saat ini mencapai 699 orang.
Mengapa? "Karena kami harus menjamin kualitas layanan bertaraf internasional," kata William, dalam diskusi daring dengan sejumlah jurnalis, Rabu, 29 April 2020.
Selain itu, MRT Jakarta juga tak akan menerima karyawan baru alias zero growth pada tahun ini. Pihak perusahaan terpaksa harus merevisi rencana penambahan jumlah karyawan menjadi 720 orang di tahun ini. Penambahan karyawan baru hanya akan dilakukan jika wabah covid-19 sudah berakhir dan kondisi perekonomian membaik, yang diprediksi awal tahun depan.
Karena bertekad tidak ada PHK, MRT harus melakukan efisiensi. Hal itu dilakukan dengan mengurangi perjalanan dinas, apalagi ke luar negeri. Efisiensi lain adalah dengan meminimalisir training. Karena itulah, rencana pembelian simulator senilai Rp100 miliar pun ditunda.
"Sebagai gantinya, para calon masinis menjalani training dengan memanfaatkan kereta operasional. Karena tidak ada simulator, mereka memanfaatkan jam istirahat kereta," jelas William.
Hal itu dimungkinkan mengingat saat ini jam operasional kereta dibatasi hanya pukul 06.00-18.00 WIB. Di saat pelaksanaan PSBB, dalam sehari MRT hanya mengoperasikan tiga kereta, jauh menurun dari 14 kereta di saat kondisi normal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News