Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri mengungkapkan data ekspor nikal ore memang tidak ditemukan dalam rilis Badan Pusat Statistik (BPS). Akan tetapi, data General Customs Administration of China mencatat masih ada impor 3,4 juta ton impor bijih nikel dari Indonesia pada 2020. Nilainya mencapai USD193,6 juta atau setara Rp2,8 triliun dengan kurs Rp14.577 per USD.
"Pada 2020 pemerintah melarang. Berdasarkan data BPS, tidak ada ekspor untuk kode HS 2604 nikel ore dan konsentrat," tutur Faisal dikutip Rabu, 13 Oktober 2021.
Diketahui, kebijakan larangan ekspor bijih nikel tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019. Aturan itu resmi berlaku pada 1 Januari 2020. Larangan ekspor bijih nikel sempat mendapat perlawanan dari pengusaha domestik maupun mitra dagang internasional.
Uni Eropa bahkan sempat melayangkan gugatan dan mengadukan kebijakan Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Faisal menyebut potensi kerugian negara dari transaksi gelap bisa dihitung dan dilacak. Asalkan, lanjut dia, pemerintah punya niat khusus.
"Hitung saja produksi smelter berapa, kemudian kebutuhan normal berapa. Dibeli lebih banyak atau tidak? Dibeli untuk proses produksi atau ada sebagian dijual ke luar negeri?" pungkasnya.
Menurutnya, Tiongkok mencatat impor nikel dari Indonesia senilai USD2,9 miliar pada 2020. Namun, data ekspor nikel Indonesia ke Tiongkok saat itu hanya USD2,6 miliar. Sehingga, terdapat selisih sekitar USD300 juta.
"Lima tahun terakhir kerugian negara sudah ratusan triliun rupiah. Ini saja pada 2020 sudah Rp2,8 triliun. Ini yang harus diaudit, biar menyeluruh," cetus Faisal.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal juga menyoroti posisi Tiongkok yang mendominasi impor bijih nikel dari Indonesia. Sebab, negara itu memiliki target menjadi salah satu pusat produksi mobil listrik dunia.
"Tercatat 95,9 persen share negara tujuan ekspor ferro nickel Indonesia di 2020 dipegang oleh Tiongkok," kata Faisal.
Cadangan bijih nikel Indonesia pun di atas negara lain dan harga acuan nikel yang semakin meningkat per unit. Oleh karena itu, kinerja ekspor yang paling banyak mengalami peningkatan bersumber dari industri pengolahan logam dasar, khususnya nikel.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan Indonesia sebagai negara yang paling banyak menyimpan cadangan nikel. Struktur mineralnya pun terbaik di dunia.
“Cadangan saat ini yang sudah terukur ada 4,5 miliar ton bijih nikel. Dari data beberapa perusahaan yang sudah melakukan eksplorasi,” tukas Meidy.
Data Kementerian ESDM menunjukkan sumberdaya nikel mencapai 11,78 miliar ton dan cadangan nikel 4,59 miliar ton. Lalu, ada 328 perusahaan pertambangan nikel dan 2 perusahaan kontrak karya yang tersebar di Indonesia. Mayoritas berada di Sulawesi, Maluku, dan Maluku Utara.
Dari jumlah itu, terdapat 53 perusahaan yang memiliki smelter pengolahan bijih nikel. Sebanyak 25 perusahaan sudah existing dan 28 sisanya dalam tahap konstruksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News