"Kita patut berbangga bahwa kita dapat menyaksikan keberhasilan anak bangsa yang dapat mewujudkan pembuatan bioavtur atau J2.4 yang juga telah diuji terbangkan dengan menggunakan pesawat CN235-220 milik PT Dirgantara Indonesia," kata Airlangga dalam keterangan resmi, Kamis, 7 Oktober 2021.
Keberhasilan tersebut, lanjutnya, diharapkan dapat menjadi langkah awal bagi peningkatan kontribusi biofuel bagi sektor transportasi udara, penguatan ketahanan energi nasional, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Di sisi lain, keberhasilan uji terbang bioavtur memberikan kepercayaan tinggi terhadap kemampuan Indonesia dalam memanfaatkan sumber daya domestik, khususnya minyak sawit, untuk membangun kemandirian energi nasional.
"Melalui terobosan ini diharapkan dapat berdampak pada pengurangan ketergantungan energi dari impor, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi," ujar Airlangga.
Berdasarkan potensi pasar Bioavtur J2.4 yang dapat mencapai sekitar Rp1,1 triliun per tahun, inovasi tersebut perlu didukung dengan kebijakan fiskal, baik melalui kebijakan perpajakan maupun dana riset dalam rangka peningkatan keekonomian Bioavtur J2.4.
Ia berharap ke depannya Bioavtur J2.4 juga dapat diujiterbangkan pada pesawat-pesawat komersial sehingga potensi pasar bahan bakar hasil inovasi anak bangsa dapat terus dikembangkan.
"Upaya pemerintah dalam pengembangan J2.4, keberhasilan katalis merah putih dan keberhasilan uji terbang J2.4, merupakan momentum yang perlu dikomunikasikan dan mendapat perhatian dari semua stakeholders terkait serta masyarakat luas,” terang dia.
Indonesia sebagai produsen terbesar kelapa sawit menguasai sekitar 55 persen pangsa pasar sawit dunia. Dibandingkan komoditas pesaing lainnya, produksi kelapa sawit lebih efisien dan produktivitas yang lebih tinggi dalam pemanfaatan lahan.
Sebagai perbandingan, untuk menghasilkan satu ton minyak sawit hanya membutuhkan lahan 0,3 hektar (ha), sedangkan rapeseed oil membutuhkan lahan seluas 1,3 ha, sunflower oil seluas 1,5 ha, dan soybean oil seluas 2,2 ha.
Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk mendukung program B30 pada 2021 dengan target alokasi penyaluran sebesar 9,2 juta kiloliter. Program B30 telah berkontribusi dalam upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) untuk sekitar 23,3 juta ton karbon dioksida (CO2) pada 2020. Program tersebut juga berdampak positif pada penghematan devisa negara dengan pengurangan impor solar sebesar kurang lebih USD8 miliar.
"Hal ini bertujuan untuk menjaga stabilitas harga CPO. Dengan kebijakan tersebut, target 23 persen bauran energi yang berasal dari Energi Baru Terbarukan pada 2025 sebagaimana ditetapkan dalam Kebijakan Energi Nasional akan dapat tercapai," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News