Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan mengatakan sejauh ini belum ada aksi yang signifikan dan substantif membasmi IUUF di level regional.
"Laut China Selatan, termasuk Laut Natuna Utara sudah bertahun-tahun menjadi merupakan hotspot IUUF oleh negara anggota yang menyepakati RPOA, tapi tidak ada aksi nyata bersama di wilayah tersebut," kata Abdi, dikutip dari Antara, Kamis, 12 Agustus 2021.
Ia berpendapat melihat luasnya ruang lingkup kerja sama dan kesepakatan RPOA IUUF, semestinya banyak masalah perikanan yang terjawab dengan hadirnya RPOA IUUF yang telah berjalan 14 tahun tersebut.
Abdi mengingatkan kejahatan IUUF berkaitan erat dengan pelanggaran kerja paksa dan perdagangan orang serta pelanggaran HAM yang terjadi pada awak kapal perikanan.
Pada 2020, DFW Indonesia menerima laporan beberapa ABK Indonesia yang kerja di kapal Tiongkok yang terindikasi melakukan kegiatan penangkapan ilegal.
"Kapal tersebut tidak mengaktifkan AIS dan mempekerjakan ABK Indonesia korban perdagangan orang berangkat dan naik kapal dari Singapura," kata Abdi.
Hal tersebut, lanjutnya, membuktikan bahwa luasnya dimensi kejahatan IUUF perlu diantisipasi dalam strategi dan pelaksanaan RPOA IUUF. Selain itu, Abdi juga mengungkapkan tentang kerawanan di Arafura dan Laut Timor yang melibatkan kapal ikan Indonesia.
“Ironisnya pada subregional ini, kapal Indonesia menjadi pelaku IUU yang melakukan penangkapan ikan di wilayah Australia dan Papua Nugini,” kata Abdi.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengajak negara-negara anggota Regional Plan of Action to Combat Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (RPOA-IUU) meningkatkan kerja sama pemberantasan pencurian ikan.
"Perlu kita pertegas bersama bahwa memerangi IUU Fishing (pencurian ikan) dalam berbagai keadaan bukan hanya menjadi tanggung jawab satu negara," kata Trenggono.
KKP yang telah lama aktif memberantas tindak pidana pencurian ikan di kawasan perairan Nusantara, mendapat dukungan sejumlah mitra regional dalam RPOA-IUU.
"RPOA-IUU yang telah berdiri sejak tahun 2007 dan memiliki 11 negara anggota ini, memiliki peran yang strategis," kata Plt Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Antam Novambar.
RPOA-IUU merupakan sebuah inisiatif regional yang disepakati pada tahun 2007 di Bali, oleh 11 negara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Malaysia, Papua Nugini, Singapura, Thailand, Timor-Leste, dan Vietnam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News