Selain itu, Kemenperin juga mendorong pembangunan pelabuhan dan mempercepat revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendal-Demak-Ungaran-Salatiga-Semarang-Purwodadi.
"Harga gas dan revisi Perpres merupakan dua prioritas yang kami usulkan untuk meningkatkan investasi di Kendal, khususnya di KIK. Saat ini, KIK membutuhkan gas sebanyak 36,6 MMSCFD," ucap Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin Eko SA Cahyanto dalam siaran persnya, Rabu, 9 Juni 2021.
Adapun industri eksisting yang menggunakan gas di KIK, yakni Inmas (pabrik susu kental manis) dan PT Daeyoung (perusahaan tekstil). Di PT Daeyoung, sebut Eko, mengeluarkan biaya untuk LPG sebesar USD13,8 per MMBTU atau lebih mahal dari biaya untuk manpower.
"Mereka menggunakan gas sebagai sumber energi dalam proses dyeing. Pasokan gas dari Jawa Timur," ungkapnya.
Lebih lanjut, kapasitas produksi perusahaan tersebut baru mencapai 60 persen dari total kapasitasnya. Apabila harga gas lebih murah, maka akan meningkatkan kapasitas produksi.
"Produk mereka sebagian besar untuk dalam negeri, dan sisanya diekspor ke Vietnam. Oleh karena itu pemerintah terus mendorong percepatan implementasi konsep industri hijau, termasuk di PT Daeyoung," tegas dia.
Eko berharap seluruh industri yang berada di KIK dapat menikmati harga gas sebesar USD6 per MMBTU. Hal ini dinilai dapat memacu produktivitas dan daya saing industri tersebut. KIK juga ingin adanya percepatan pembangunan pipa transmisi gas Cirebon-Semarang.
"Kebutuhan eksisting gas di KIK yang saat ini mencapai 36,6 MMSCFD, hampir 50 persen dari kebutuhan di Jawa Tengah sebesar 70 MMSCFD. Kebutuhan gas di Kendal akan lebih besar jika industri-industri lain di luar KIK sudah beroperasi," tutup Eko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News