Ketua Gapmmi Adhi S. Lukman mengatakan, industri berbahan baku garam terus meningkat setiap tahunnya, sehingga kebutuhan garam industri terus meningkat. Impor harus dilakukan karena kebutuhannya belum dapat dipenuhi di dalam negeri.
"Industri makanan dan minuman sendiri tumbuh 1,8 persen pada 2020, belum industri yang lain," ujarnya melalui keterangan tertulis, Kamis, 18 Maret 2021.
Adhi menjelaskan garam yang dipakai oleh industri mensyaratkan kualitas tertentu. Kadar NaCl pada garam harus minimal 97 persen. Serta kadar pengotor pada garam harus rendah, seperti zat kalsium dan magnesium.
"Garam yang digunakan harus berdasarkan kriteria industri. Kita dituntut untuk membuat produk yang baik dan masa simpan yang panjang, kalau garam dengan kadar pengotornya banyak maka produk kita kalah saing dengan produk negara lain," imbuhnya.
Adhi menyarankan kepada pemerintah untuk mencontoh India yang bisa memproduksi garam lebih banyak meski harga jualnya murah.
"India produksinya 21 juta ton per tahun, sedangkan di dalam negeri baru 1,5 juta ton pada 2020," jelasnya.
Dia mengatakan industri makanan minuman pastinya akan ikut andil dalam menyerap garam lokal. Kebutuhan garam untuk industri sebanyak 743 ribu ton yang di antaranya dipenuhi garam lokal sebanyak 131 ribu ton pada 2021.
"Penyerapan garam lokal secara berkala terus meningkat," kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Fridy Juwono mengatakan impor garam dilakukan berdasarkan audit untuk verifikasi kebutuhan garam pada pengguna industri.
"Kebutuhan impor meningkat karena ada tambahan investasi di industri pengguna garam, belum lagi ada kebutuhan peningkatan produksi bagi industri yang sudah ada," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News