Ilustrasi. Foto: Dok.MI
Ilustrasi. Foto: Dok.MI

Keputusan Pemerintah Pertahankan Harga BBM Dinilai Tepat

Antara • 10 Juni 2020 19:09
Jakarta: Keputusan Pemerintah mempertahankan atau tidak menurunkan Bahan Bakar Minyak (BBM) beberapa waktu lalu, dianggap tepat karena pertumbuhan ekonomi berbagai sektor di Indonesia saat ini negatif.
 
Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Mudrajad Kuncoro mengatakan, pertumbuhan sektor minyak dan gas secara kuartal ke kuartal, negatif 0,75 persen selain itu meskipun dilihat year to year naik, tetapi sangat kecil, hanya 0,43 persen.
 
"Itu yang menyebabkan pemerintah tidak berani menurunkan harga. Karena pelaku usaha sektor migas berjatuhan, termasuk Pertamina dan PGN," kata Mudrajad seperti dilansir dari Antara, Rabu, 10 Juni 2020.

Pertumbuhan yang negatif tersebut, menurut dia, karena permintaan memang tidak ada atau juga ikut turun sehingga turut berpengaruh juga terhadap pertumbuhan sektor minyak dan gas.
 
"Sektor lain juga banyak yang negatif. Paling parah adalah pendidikan, yang minus 10,39 persen," katanya.
 
Secara keseluruhan, lanjutnya, pertumbuhan ekonomi saat ini anjlok menjadi 2,97 persen year to year, dari sebelumnya yang berada pada angka lima persen.
 
"Saat ini pertumbuhan yang terjelek. Pada triwulan pertama 2020, menjadi hanya 2,97 persen. Sementara kalau dilihat kuartal ke kuartal, pertumbuhan bahkan sudah negatif, menjadi minus 2,41 persen. Itu bukan tumbuh tetapi kontraksi," katanya.
 
Selain itu, keputusan tidak menurunkan harga BBM itu juga tepat karena harga minyak mentah dunia masih sangat berfluktuasi, yakni ketika April harga minyak Brent anjlok pada pada level sekitar USD20 per barel, saat ini kembali melesat sekitar 100 persen.
 
"Minyak Brent sekarang sudah menyentuh harga USD42,30 perb barel. Harga minyak masih bisa naik dan bisa turun," ujarnya.
 
Harga minyak dunia, menurut Mudrajad, berfluktuasi karena selain naik-turunnya harga minyak dunia, juga dipengaruhi faktor geopolitik internasional, termasuk perang harga Arab Saudi dan Rusia serta Amerika.
 
Bahkan, tambahnya, saat ini, ketika harga kembali naik, juga dominan disebabkan faktor suplai, bukan permintaan, karena OPEC sepakat memangkas produksi 9,7 juta barel per hari.
 
"Karena suplai dikurangi, otomatis harga naik. Ini teori permintaan yang biasa," katanya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan