"Keputusan tersebut buat ini semua berubah. Apakah presiden sudah diinformasikan? Tentu sudah. Apakah pemerintah melakukan (perubahan)? Ya kita pelajari," kata dia ditemui di Kantor Pusat DJP, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta, Selasa, 10 Maret 2020.
Dirinya menambahkan keputusan MA tentu akan banyak mempengaruhi cara kerja di BPJS Kesehatan. Apalagi meski pemerintah telah menyuntikan dana Rp13,5 triliun, namun defisit di BPJS Kesehatan masih kurang sekitar Rp15,5 triliun.
"Kita berharap masyarakat tahu ini konsekuensinya besar terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Karena kalau bicara ekosistem, enggak mungkin satu sistem cabut, sisanya pikirin sendiri. Kita lihat penuh," jelas dia.
Sri Mulyani memastikan pemerintah akan mengambil langkah demi menjaga keberlanjutan program JKN yang dijalankan BPJS Kesehatan. Utamanya pemerintah ingin mendorong azas keadilan, gotong royong manfaat biaya dan transparansi bisa diterapkan dalam pengelolaan BPJS Kesehatan.
"Kita minta BPJS transparan, biaya operasi berapa dan berapa gajinya, defisit berapa. Itu semua kita rangkum supaya masyarkaat tahu ini masalah bersama, bukan satu institusi. Ini dilakukan pemeirntah, kita terus coba banngun ekosistem JKN yang sehat dan berkeadilan, sustain," ungkapnya.
MA sebelumnya telah mengabulkan uji materiel Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Keputusan itu sekaligus membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara hak uji material. Diputus Kamis, 27 Februari 2020," ujar juru bicara MA Andi Samsan Nganro di Jakarta, Senin, 9 Maret 2020. Dalam amar putusan yang diterima Medcom.id, MA menerima dan mengabulkan sebagian permohonan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) selaku penggugat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id