Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Pramudya Iriawan Buntoro. Foto: Istimewa.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Pramudya Iriawan Buntoro. Foto: Istimewa.

BPJS Ketenagakerjaan Dorong Transformasi Sistem Pensiun Nasional di Era Digital

Arif Wicaksono • 24 Oktober 2025 15:54
Jakarta: Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Pramudya Iriawan Buntoro, menegaskan bahwa Indonesia saat ini tengah menghadapi berbagai tantangan dalam mewujudkan hari tua yang layak bagi seluruh pekerja. 
 
Salah satu tantangan terbesar, menurutnya, adalah perubahan lanskap ketenagakerjaan akibat digitalisasi, yang tidak hanya menciptakan peluang baru, tetapi juga menuntut penyesuaian sistem jaminan sosial yang lebih inklusif.
 
Baca juga: BNI Dukung BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Layanan Jaminan Sosial lewat BNIdirect Cash

“Digitalisasi menjadi tantangan sekaligus peluang untuk memperluas cakupan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan, khususnya pada program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP). Namun saat ini, program JP masih terbatas bagi pekerja di sektor formal,” ujar Pramudya dalam Indonesia Pension Fund Summit 2025 yang diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kamis, 23 Oktober 2025. 
 
Menurut Pramudya, transformasi sistem pensiun nasional merupakan langkah strategis yang harus segera diwujudkan untuk memperkuat perlindungan dan kesejahteraan pekerja di seluruh lapisan masyarakat.

Ia menilai, perkembangan ekonomi digital telah melahirkan berbagai jenis pekerjaan baru, seperti pekerja lepas, gig workers, serta pelaku ekonomi berbasis platform digital yang belum sepenuhnya tercakup dalam sistem jaminan sosial yang ada.
 
“Diperlukan desain program pensiun yang adaptif terhadap kelompok pekerja dengan penghasilan tidak tetap. Sistem yang lebih fleksibel akan memastikan setiap pekerja, baik formal maupun informal, memiliki perlindungan di hari tua,” tambahnya.
 
Selain itu, Pramudya juga menyoroti tantangan pendanaan program jaminan pensiun yang berlaku saat ini. Menurutnya, skema pendanaan dengan iuran sebesar 3 persen sebagaimana diatur dalam regulasi yang berlaku, masih belum ideal untuk menjamin keberlanjutan manfaat di masa depan.
 
“Dalam peraturan pemerintah disebutkan bahwa besaran iuran 3 persen itu bersifat sementara dan akan dievaluasi secara bertahap menuju angka ideal sekitar 8 persen. Namun tentu penyesuaian tersebut membutuhkan komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi yang erat dengan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemberi kerja, pekerja, hingga pelaku usaha,” jelasnya.
 
Pramudya menekankan bahwa proses penyesuaian iuran tidak dapat dilakukan secara sepihak. Pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan, kata dia, perlu memastikan bahwa kebijakan peningkatan iuran dilakukan secara hati-hati, dengan memperhatikan daya tahan industri dan keberlangsungan dunia usaha.
 
“Kita perlu menyusun langkah-langkah agar kebutuhan penyesuaian iuran ini dapat diterima dan dijalankan dengan sebaik-baiknya, tanpa mengganggu aktivitas bisnis dan industri yang sudah berjalan,” ujarnya.
 
Lebih lanjut, Pramudya menambahkan bahwa di tengah dinamika tersebut, Indonesia perlu memanfaatkan momentum bonus demografi secara optimal. Populasi usia produktif yang besar saat ini harus diarahkan untuk berpartisipasi aktif dalam program jaminan sosial, sehingga dapat menjadi pondasi yang kuat sebelum memasuki era penuaan penduduk (aging population).
 
“Bonus demografi ini harus kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Masyarakat perlu diajak untuk berpartisipasi aktif dan berkontribusi dalam program pensiun, menyiapkan masa tua yang lebih sejahtera dan mandiri,” imbuhnya.

Optimalkan strategi investasi 

Selain memperkuat kebijakan dan perluasan cakupan, BPJS Ketenagakerjaan juga terus mengoptimalkan strategi investasi dan tata kelola dana untuk menjamin keberlanjutan manfaat peserta.
 
Pramudya menambahkan, BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen menghadirkan program pensiun yang inklusif, efisien, dan berkelanjutan melalui penguatan tata kelola investasi serta inovasi layanan digital. Upaya ini diharapkan tidak hanya memperkuat ketahanan sistem jaminan sosial nasional, tetapi juga memastikan setiap pekerja Indonesia dapat menatap masa depan dengan rasa aman dan sejahtera.
 
“Hingga September 2025, total dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan telah mencapai Rp863,95 triliun, dengan mayoritas investasi ditempatkan pada instrumen pemerintah guna mendukung pembangunan nasional dan menjaga stabilitas ekonomi,” ungkapnya.
 
Pramudya menegaskan, melalui tata kelola yang prudent dan berorientasi jangka panjang, BPJS Ketenagakerjaan berupaya memastikan seluruh dana pekerja dikelola secara aman, transparan, dan memberikan imbal hasil yang optimal.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan