Ilustrasi. FOTO: dok MI/PANCA SYURKANI
Ilustrasi. FOTO: dok MI/PANCA SYURKANI

Legislator Harap Revisi Perpres Bisa Perbaiki Distribusi BBM Bersubsidi

Antara • 31 Juli 2022 10:02
Jakarta: Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Rofik Hananto menyatakan rencana pemerintah yang akan merevisi Peraturan Presiden No 191/2014 yang terkait dengan BBM kedepannya harus bisa memperbaiki jalur distribusi BBM bersubsidi dan semacamnya.
 
Rofik meminta revisi Perpres tersebut harus dapat memperbaiki distribusi BBM yang bersifat penugasan seperti pertalite dan solar bersubsidi.
 
"Saya belum tahu persis isi revisinya, tetapi bayangan saya, revisi Perpres harus dapat memperbaiki distribusi BBM. Khusus yang sifatnya penugasan seperti pertalite harus lebih tepat sasaran karena volumenya yang terbatas. Demikian juga yang solar bersubsidi," katanya, dikutip dari Antara, Minggu, 31 Juli 2022.

Ia mengemukakan pertalite dan solar merupakan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP), di mana distribusinya diatur dan diawasi oleh BPH Migas.
Baca: Sandiaga Optimistis Cetak 4,4 Juta Lapangan Kerja di 2024

"Khusus untuk stok pertalite, saat ini memang banyak SPBU yang sering kehabisan stok. Hal ini karena terjadinya pergeseran penggunaan BBM dari pertamax ke pertalite. Karena SPBU sering kehabisan stok pertalite, saat stok sudah tersedia, terjadi antrean panjang kendaraan baik roda dua ataupun roda empat," katanya.
 
Selain itu, ujar dia, adanya fenomena panic buying juga dinilai menjadi salah satu faktornya karena adanya kebijakan Pertamina yang akan mewajibkan pembelian pertalite dengan aplikasi MyPertamina per 1 Agustus 2022 untuk kendaraan roda empat.
 
Dia menuturkan di sisi produksi, kalau dilihat pergerakan harga minyak mentah dunia, khususnya Brent yang jadi acuan biaya pengadaan BBM, trennya memang meningkat. Sejak 24 Februari 2022 ketika Rusia menyerang Ukraina, harga terus berada di level baru yang lebih tinggi.
 
"Memang terjadi lonjakan sesaat di awal perang dan fluktuatif naik turun selama beberapa bulan, tetapi secara umum tetap bertengger di level yang lebih tinggi dari sebelum perang Rusia-Ukraina," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan