Aset keuangan syariah terbesar masih dikuasai negara-negara Teluk yang tergabung di Gulf Cooperation Council (GCC) sebesar 45,4 persen, Timur Tengah dan Asia Selatan 25,9 persen, dan Asia Tenggara baru mencapai 23,5 persen. Jika dirinci aset perbankan 72,4 persen (USD1,7 triliun), sukuk 22,3 persen (USD543 miliar), fund aset dan takaful 5,3 persen (USD129 miliar).
Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim yang mencapai lebih dari 80 persen dari populasi 280 juta jiwa, memiliki potensi sebagai pangsa pasar yang sangat besar dan bisa berperan optimal dalam pengembangan produk dan jasa berbasis ekonomi syariah secara global.
Data menunjukkan hingga September 2021, besaran aset keuangan syariah Indonesia baru mencapai Rp624,4 triliun (USD43,6 miliar), aset di IKNB yang meliputi asuransi (jiwa dan umum), pembiayaan dan lainnya mencapai Rp117 triliun (USD8,1 miliar), sukuk dan reksa dana sebesar Rp1.159,8 triliun atau sekitar USD 80,95 miliar.
Baca: Demi Jaga Inflasi, BI Menaikkan Suku Bunga Acuan Menjadi 3,75% |
Di samping aset perbankan dan IKNB, aset syariah juga ada di pasar modal syariah yang kapitalisasi pasarnya mencapai Rp4.315,5 triliun dari 480 emiten atau 61,4 persen dari jumlah total saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sedangkan pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah dengan mendorong sektor riil terutama produk dan jasa halal, terutama industri makanan dan minuman. Mencuatnya kinerja sektor riil syariah telah menempatkan ekonomi dan keuangan syariah mencapai titik equilibrium.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Kongres Ekonomi Umat ke-2 di akhir 2021 menyatakan komitmen pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah pada 2024. Untuk mencapai target, Indonesia membutuhkan sejumlah fasilitas di antaranya adalah tempat yang akan menjadi pusat aktivitas perputaran ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.
Sementara itu, dalam upaya mencapai target Indonesia sebagai salah satu pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia, Agung Sedayu Group dan Salim Group membangun Islamic Financial Centre sebagai tempat sinergi seluruh kekuatan keuangan syariah di Indonesia. Hal itu untuk mewujudkan cita-cita menjadikan Jakarta sebagai International Shariah Financial Hub.
Tahap awal pengembangan Islamic Financial Centre adalah pembangunan Menara Syariah, yaitu dua bangunan kembar dengan luas bangunan 100 ribu meter persegi dan akan menampung sekitar 5.000 pekerja. Pada 23 Agustus 2022, Menara Syariah dilakukan peresmian Topping Off oleh Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin dan selanjutnya diharapkan tuntas di Februari 2023.
Presiden Direktur Agung Sedayu Group Nono Sampono menyatakan cita-cita untuk mewujudkan Jakarta menjadi pusat keuangan syariah internasional merupakan tantangan dan memerlukan konsolidasi dari seluruh stakeholders keuangan syariah Indonesia yang meliputi regulator dan sejumlah asosiasi.
Hal itu, tambahnya, seperti asosiasi ahli syariah yakni KNEKS, MES, IAEi, dan lainnya. Kemudian dari pelaku industri syariah seperti perbankan, IKNB, pasar modal, lembaga jasa keuangan khusus syariah, LKMS, dan lainnya.
"Dengan bersatunya kekuatan semua stakeholders tersebut, Insyaallah Indonesia akan menjadi salah satu pusat keuangan syariah dunia yang diperhitungkan selain Dubai, Bahrain, Doha, Riyadh, Istanbul, dan Kuala Lumpur," kata Nono, dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 23 Agustus 2022.
Menara Syariah dikembangkan oleh PT Fin Centerindo Satu, sebuah perusahaan joint-venture antara Agung Sedayu Group, Salim Group, PT Fin Centerindo Dua, dan Matrix Concepts Malaysia. Pembangunan menara kembar dimulai pada awal 2021 dan telah menghabiskan dana sekitar Rp3,4 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News