Ilustrasi. FOTO: MI/AMIRUDDIN ABDULLAH REUBEE
Ilustrasi. FOTO: MI/AMIRUDDIN ABDULLAH REUBEE

Minimnya Anggaran dan Permainan Mafia Dinilai Jadi Pemicu Utama Kelangkaan Pupuk Subsidi

Angga Bratadharma • 02 Februari 2022 09:24
Jakarta: Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Tualar Simarmata mengungkapkan terdapat dua pemicu utama dari kelangkaan pupuk subsidi. Persoalan itu harus segera diselesaikan agar para petani bisa memaksimalkan hasil pertaniannya yang harapannya berimbas terhadap ketahanan pangan di masa mendatang.
 
Adapun dua faktor yang dimaksudkan Tualar yang juga Direktur Inovasi, Korporasi Akademik, dan Usaha Universitas Padjadjaran yakni pertama faktor rendahnya anggaran pupuk subsidi dari pemerintah dibandingkan dengan kebutuhan yang diusulkan petani.
 
Ia mencontohkan pada 2020 terdapat sekitar 13,9 juta petani yang mengusulkan kebutuhan pupuk dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Pada saat itu, kebutuhan yang diusulkan mencapai 26,2 juta ton. Namun, alokasi anggaran yang ditetapkan pemerintah hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan sebesar 8,9 juta ton.

"Masalahnya sekarang di pemerintah bukan hanya soal tata kelola, tetapi juga soal kemampuannya juga. Kebutuhan subsidi pupuk dari petani besar. Tapi kemampuan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan persediaannya tidak sampai setengahnya, hanya sekitar 35 persen. Jadi pasti ada kelangkaan," kata Tualar, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 2 Februari 2022.
 
"Coba kita hitung, kebutuhan ataupun pengajuan dari petani 100 persen, sementara yang bisa dipenuhi pemerintah hanya 35 persen. Maka, di situ kan jelas tidak sebanding antara permintaan dan penawaran. Kalau saja pemerintah memenuhi semua permintaan pasti tidak akan masalah kelangkaan," tambahnya.
 
Hal yang sama juga ketika dilihat dari nominal anggaran yang dikucurkan pemerintah yang sangat jomplang, usulan pupuk subsidi dari petani mencapai Rp69,2 triliun. Sementara nominal yang disetujui oleh pemerintah hanya sebesar Rp29,7 triliun.
 
"Karena itu, pertanyaannya adalah kalau kita melakukan subsidi itu kan perlu dikaji apakah subsidi pupuknya yang disubsidi atau kita perlu mencari mekanisme lain, sehingga lebih meringankan," jelasnya.

Maraknya mafia pupuk

Faktor kedua yang menyebabkan kelangkaan pupuk subsidi adalah masih maraknya mafia pupuk. Mereka mempermainkan dan mengambil keuntungan besar dari subsidi pupuk tersebut untuk keuntungan pribadi. Mafia pupuk ini muncul karena besarnya perbedaan harga pupuk subsidi sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) dibandingkan dengan harga komersil.
 
Ia mencontohkan HET Urea sebesar Rp2.250 per kg. Sementara harga domestik komersial saat ini Rp9.300 sampai dengan Rp10 ribu per kg. Belum lagi jika dibandingkan dengan harga Urea internasional di mana pada saat yang sama berkisar di harga Rp14.300.
 
"Perbedaan ini tentu mendorong oknum yang tidak bermoral untuk mencari peluang mengambil keuntungan lebih dari kantong petani kecil," jelasnya.
 
Untuk mengatasi maraknya mafia ini, setidaknya ada dua langkah, yaitu penguatan peran tim pengawas (KP3) untuk meminimalisir mafia dan penyimpangan distribusi dan penggunaan pupuk subsidi. Dalam ketentuan, ada KP3 yang bertugas mengawasi. Tapi selama ini terbentur dengan anggaran yang menjadi keluhan tim KP3.
 
Oleh karenanya, pemerintah harus menganggarkan untuk tim pengawas (KP3). Cara lain untuk menghilangkan mafia ini dengan mengubah mekanisme pemberian subsidi. Menurutnya, pemberian subsidi nantinya tidak menurunkan harga pupuk seperti saat ini, tetapi memberikan semacam voucher kepada petani yang layak menerima.
 
Nantinya voucher tersebut hanya bisa digunakan saat membeli pupuk. "Nah, menurut saya solusinya adalah diberi Bantuan Langsung Tunai Pupuk atau Bantuan Tunai Petani, nanti tinggal dibikin kartunya dan dirumuskan bagaimana kriterianya, bagaimana mekanismenya. Tapi uangnya jangan langsung dikasih tunai, dikasih saja kayak voucher," pungkasnya.
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan