Hal ini seiring komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris yang dibuktikan melalui ratifikasi penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen secara mandiri di 2030. Serta bantuan internasional sebesar 41 persen.
Adapun dari komitmen tersebut, sektor energi diharapkan dapat menurunkan 314 juta ton karbon dioksida (co2) dengan upaya sendiri dan lebih besar lagi 400 juta ton co2 dengan bantuan internasional. Di tahun lalu, penurunan co2 mencapai 64,4 juta ton atau 111 persen dari target 58 juta ton.
"Kontribusi sektor energi sebesar 38 persen," kata Arifin dalam Media Group News (MGN) Summit: Indonesia 2021 secara virtual, di Jakarta, Kamis, 28 Januari 2021.
Menurutnya target tersebut bisa dicapai dengan mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) untuk menggantikan penggunaan energi fosil seperti minyak dan batu bara. Dalam pengurangan co2 di tahun lalu, pemanfaatan EBT berkontribusi sebesar 13 juta ton.
Ia bilang batu bara sebagai energi fosil yang paling diandalkan mengalami tekanan lantaran dianggap paling banyak mengeluarkan emisi. Apalagi penggunaan batu bara di Tanah Air sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Oleh karenanya, penggunaan pembangkit dengan bahan bakar batu bara ke depan harus digantikan secara perlahan dengan pembangkit EBT. Indonesia pun memiliki sumber energi bersih untuk pembangkit mulai dari surya, angin, air, panas bumi, serta bioenergi.
Namun sumber-sumber tersebut belum sepenuhnya termanfaatkan. Padahal Indonesia memiliki potensi EBT untuk pembangkit dengan kapasitas mencapai 417,8 gigawatt (GW). Sayangnya hingga saat ini pemanfaatannya baru mencapai 10,4 GW atau 2,5 persen dari potensi tersebut.
Potensi EBT terbesar yakni tenaga surya yakni sekitar 208 GW, disusul dengan tenaga air 78 GW, bayu atau angin 61 GW, bioenergi 33 GW, panas bumi 24 GW dan samudera atau laut 18 GW.
"Untuk itu kita harus bisa manfaatkan ini. Ini belum semua termanfaatkan," ujar Arifin.
Pemerintah menargetkan porsi EBT dalam bauran energi nasional 2025 sebesar 23 persen. Namun, realisasi hingga 2020 baru mencapai 11 persen. Ke depan, target EBT akan semakin ditingkatkan menjadi 31 persen pada 2050.
Untuk mengurangi emisi dan impor BBM di sektor transportasi, pemerintah menerapkan kebijakan mandatori biodiesel. Pada 2030 pemanfaatan biodiesel diperkirakan akan mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 42,4 juta ton co2. Ditambah program pengurangan emisi gas rumah kaca yang sedang gencar dilakukan yaitu Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News