Ketua APEI Muhammad Zakki mengatakan, pasokan gula rafinasi tidak langka di Jawa Timur. Hanya saja, pelaku usaha perlu mengeluarkan biaya yang lebih besar karena pasokannya ada di luar daerah. Kondisi inilah yang menjadi persoalan bagi para pelaku usaha.
"Gula rafinasi itu tidak langka di Jawa Timur. Tetapi, gula itu harus diambil dari luar daerah sehingga itu berdampak pada high cost. Biaya transportasinya itu siapa yang tanggung. Ini yang menjadi persoalan," kata dia kepada wartawan, Kamis, 20 Mei 2021.
Ia menuding kondisi ini terjadi setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 3 tahun 2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula dalam rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional.
"Aturan itu, membuat pabrik gula di Jawa Timur, dalam hal ini PT Kebun Tebu Mas (KTM) tak lagi mendapat pasokan impor raw sugar sehingga tak bisa memasok gula rafinasi ke pelaku industri," ungkapnya.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) Bernardi Dharmawan juga memastikan tidak ada kelangkaan gula rafinasi di Jawa Timur. Bahkan ia menyebut, AGRI telah menyediakan stok gula kristal rafinasi (GKR) di gudang di Jawa Timur.
"Untuk membantu UKM, AGRI menawarkan harga jual yang sama di Jawa Timur seperti harga jual di pabrik anggota AGRI. Dengan demikian UKM tidak menanggung biaya transportasi," jelas Bernardi.
Dihubungi terpisah, Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan, Kementerian Perindustrian Supriyadi menjelaskan, desakan agar PT KTM diberikan izin impor raw sugar mustahil dipenuhi. Apalagi pemberian izin ini bisa bertentangan dengan Permenperin.
Menurut Supriyadi, apabila PT KTM yang merupakan pabrik gula berbasis tebu diberikan kuota impor raw sugar untuk memproduksi gula rafinasi, dikhawatirkan akan memicu terjadinya ketergantungan terhadap impor. Seharusnya PT KTM melakukan pengembangan lahan tebu.
"Sudah begitu, tetap kita kasih kok kuota raw sugar, hanya saja kan kita sesuaikan dengan perkembangan kebun tebunya dia. Dia dapat kok 80 ribu ton, tapi masih teriak-teriak aja," jelas Supriyadi.
Alokasi raw sugar diberikan kepada PT KTM agar pabrik gula tersebut memperoleh lebih banyak penghematan anggaran belanja bahan baku. Itu diberikan sebagai insentif investasi dari pemerintah sehingga PT KTM bisa memperluas area tanam kebun tebu miliknya.
Namun, hingga kini luas tanam area tebu yang dimiliki PT KTM belum memenuhi syarat yang ditetapkan pemerintah. Dari hasil investigasi Kemenperin, uang penghematan yang diperoleh PT KTM malah digunakan untuk membeli tebu dari petani yang sudah menjalin kontrak dengan pabrik gula lainnya.
"Jadi dia ada kelebihan. Harusnya, kelebihan itu dia pakai untuk memperluas lahan perkebunan tebu. Kan memang maksud pabrik baru diberi insentif investasi biar dia bisa membangun perkebunan tebu sendiri," pungkas Supriyadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News