Ilustrasi konsumsi rokok meningkat imbas murahnya harga rokok - - Foto: MI/ Panca Syurkani
Ilustrasi konsumsi rokok meningkat imbas murahnya harga rokok - - Foto: MI/ Panca Syurkani

Keberadaan Rokok Murah Bisa Mengancam SDM Indonesia

Eko Nordiansyah • 23 Maret 2021 20:57
Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) menargetkan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) harus dapat tercapai tanpa ancaman bahaya rokok. Selama ini beban akibat rokok menimbulkan masalah dalam pencapaian SDM yang produktif dan berkualitas.
 
Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kemenko PMK Nancy Dian Anggraeni mengatakan pihaknya mempunyai amanah untuk mengawal pembangunan SDM yang berkualitas untuk mencapai Indonesia Maju pada 2045. Oleh karena itu, upaya pengendalian konsumsi tembakau harus dilakukan dengan sinergi dan kolaborasi lintas sektor.
 
"Merokok menjadi masalah khususnya prevalensi perokok anak. Pada anak usia kurang dari 18 tahun, prevalensinya terus meningkat. Sebelumnya targetnya turun pada 2019, namun ternyata targetnya tidak bisa kita raih, malah naik jumlahnya menjadi 9,1 persen," kata dia kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 23 Maret 2021.

Nancy mengatakan terdapat dua cara dalam mengendalikan konsumsi tembakau di Indonesia yakni fiskal dan nonfiskal. Dalam strategi fiskal, kebijakan harga menjadi poin penting untuk pengendalian tembakau.
 
Pemerintah semestinya fokus dalam memperhatikan dan mengawasi kebijakan harga. Dalam hal ini Kemenkeu sebenarnya telah mengatur harga transaksi pasar untuk merespons praktik pelanggaran tersebut.
 
"Apabila tidak ada pengaturan harga, perusahaan masih punya ruang untuk memainkan harga untuk menjual rokok dengan harga yang cukup murah. Karena biasanya pabrikan besar itu punya modal dan kapasitas produksi yang besar sehingga bisa menekan harga yang cukup rendah," ujar Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febri Pangestu.
 
Ia memastikan bahwa pengawasan harga oleh Kemenkeu dilakukan secara berkala. Bahkan untuk melakukan pengawasan harga rokok, Ditjen Bea Cukai melakukan monitoring HTP per tiga bulan mulai dari warung, swalayan, minimarket untuk melihat tingkat harga apakah sudah bergerak atau disesuaikan dengan cukai.
                   
Febri menambahkan terjadi peningkatan konsumsi rokok pada masyarakat selama pandemi karena beralihnya masyarakat ke rokok murah. BKF memprediksi bahwa konsumsi rokok akan turun hingga di bawah 300 miliar batang, namun faktanya tren konsumsi rokok hanya mengalami penurunan sebesar 9,7 persen dari 2019.
 
"Terjadi perubahan market share, kalau kita bagi lagi pada jenis layer-nya ternyata penurunan terbesar memang pada rokok-rokok golongan atas yaitu golongan I, tapi di golongan yang bawah itu tumbuhnya positif. Nampaknya konsumen mengkompensasi konsumsi ke rokok-rokok yang lebih murah atau downtrading," jelas dia.
 
Menurutnya, konsumsi rokok memang bersifat inelastis karena dampak harga yang menyebabkan konsumen rokok memiliki pilihan antara berhenti, mengurangi, atau mencari alternatif rokok yang lebih murah. Keberadaaan rokok murah di pasaran menjadi salah satu pemicu tingginya tingkat konsumsi rokok masyarakat Indonesia.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan