Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita. Foto: Biro Humas Kemenperin.
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita. Foto: Biro Humas Kemenperin.

Menperin Beberkan Nilai Tambah dari Industri Hilirisasi

Husen Miftahudin • 17 Agustus 2023 13:35
Jakarta: Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus menerapkan kebijakan industrialisasi berbasis hilirisasi yang memberikan berbagai manfaat, baik dalam bentuk nilai tambah industri, penerimaan negara, serta kesejahteraan masyarakat.
 
Hal tersebut sejalan dengan mandat dan amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mendorong hilirisasi komoditas-komoditas unggulan yang dapat memberikan nilai tambah dan mampu mensejahterakan rakyat.
 
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, pada hilirisasi nikel, Kemenperin menghitung potensi nilai tambah pada industri smelter nikel yang dapat memproduksi hingga produk hilir.
 
"Dibandingkan harga nikel ore mentah yang sebesar USD30 per ton, apabila diolah hingga menjadi MHP, nilai tambah komoditas tersebut dapat meningkat hingga 120,94 kali atau mencapai USD3.628 per ton," ujar Agus dikutip dari keterangan tertulis, Kamis, 17 Agustus 2023.
 
Untuk mengoptimalkan peningkatan nilai tambah dengan mengolah komoditas menjadi produk-produk hilir, Kemenperin melakukan langkah-langkah menghadirkan industri, di antaranya melalui promosi investasi bagi produk hilir termasuk dengan insentif fiskal dan nonfiskal, perluasan kerja sama internasional untuk mengisi pasar ekspor baru, serta memperkuat kemampuan negosiasi dan posisi dalam upaya menghadapi tekanan dari perdagangan dan diplomasi internasional.
 

Hilirisasi kelapa sawit

 
Pada sektor industri agro, Kemenperin mengupayakan hilirisasi dapat menghasilkan produk-produk inovatif yang memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama untuk mendukung keberlanjutan lingkungan. Hilirisasi komoditas kelapa sawit menghasilkan oleo food complex yang merupakan produk-produk baru pangan modern yang sehat dan bernutrisi.
 
Kemudian, biomaterial complex yang juga dapat memacu penguasaan teknologi dan komersialisasi industri biomaterial baru untuk substitusi impor, serta bahan bakar nabati berbasis sawit (biodiesel, green diesel, green fuel, biomass) sebagai bahan bakar energi baru terbarukan untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca.
 
Indikator pencapaian program hilirisasi kelapa sawit ditunjukkan oleh perubahan komposisi ekspor antara bahan baku dan produk olahan. Pada 2015, komposisi ekspor minyak sawit meliputi 18 persen CPO dan enam persen CPKO, sisanya 61 persen produk refinery serta 15 persen produk lainnya.
 
Kemudian pada 2022, komposisi ekspor bahan baku mengalami penurunan menjadi dua persen CPO dan empat persen CPKO, dan selebihnya merupakan produk hilir, yang meliputi 73 persen produk refinery dan 21 persen produk lainnya. Industri kelapa sawit berkontribusi sebesar 3,5 persen terhadap PDB nasional.
 
Baca juga: Indonesia Tercatat sebagai Negara dengan Lompatan Daya Saing Tertinggi

 

Industri manufaktur manfaatkan EBT

 
Di sisi lain, jelas Agus, industri manufaktur juga didorong untuk memanfaatkan EBT untuk mewujudkan industri yang berkelanjutan. Tercatat, beberapa kawasan industri telah berinvestasi pada penyediaan listrik dengan EBT, baik yang berasal dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), maupun sumber EBT lainnya.
 
"Kemenperin bekerja sama dengan berbagai pihak dalam mengembangkan Eco Industrial Park (EIP) atau kawasan industri ramah lingkungan yang berimplikasi penting terhadap pelestarian lingkungan dalam sektor perindustrian," ujar Menperin.
 
Untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mendukung berjalannya hilirisasi, Kemenperin mengakselerasi Pembangunan SDM industri yang produktif, kompeten dan berdaya saing global di era transformasi digital.
 
Dengan terus memperhatikan perkembangan teknologi dan juga dinamika di dunia internasional, menurutnya, Indonesia harus terus beradaptasi terhadap paradigma dari waktu ke waktu yang semakin berkembang, antara lain terkait EBT dan digitalisasi, untuk menghasilkan green product.
 
"Keberhasilan hilirisasi membutuhkan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak untuk mengatasi tantangan-tantangan yang ada, seperti ketersediaan infrastruktur, energi, logistik, perizinan, fasilitas fiskal, maupun keamanan," jelas Agus.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan