“Kita tidak bisa punya industri yang maju dan ekonomi maju tanpa (ketahanan) energi,” kata Hery, Jakarta, Rabu, 26 September 2023.
Sejalan dengan cita-cita RI untuk menjadi negara maju sebelum 2045, dibutuhkan kinerja industri dan perekonomian yang baik. Sejalan dengan ini, kata Hery, diperlukan pasokan energi.
Menurut Hery, kini adalah fase Indonesia harus memanfaatkan energi yang ada secara efisien bersamaan dengan mencari alternatif sumber energi murah dan bersih. “Jadi (dekarbonisasi dan ketahanan energi) bukan merupakan suatu dilema, kita jalankan bersama-sama,” ucap Hery.
Pertamina memiliki dua strategi untuk mencapai dekarbonisasi. Pertama adalah dekarbonisasi bisnis.
“Apabila ada yang bisa kita ganti dengan semua energi terbarukan, misalnya perkantoran mulai menggunakan panel surya dan kendaraan operasional diganti ke listrik, sebagian seperti itu,” kata Hery.
Strategi kedua, membangun bisnis hijau. Cara yang ditempuh untuk memunculkan lebih banyak usaha yang rendah emisi, ramah lingkungan, dan bisa melayani kebutuhan energi pada masa depan.
Pada dasarnya, Hery menekankan dekarbonisasi diupayakan secara bertahap. “Sampai teknologinya bisa ekonomis sehingga secara komersil juga masuk ke dunia usaha,” kata Hery.
Baca Juga: Pertamina Siap Menjadi Market Leader Perdagangan Karbon RI |
Sementara itu, Tenaga ahli SKK Migas Luky Yusgiantoro menyampaikan pihaknya berupaya mengurangi jejak karbon di dalam proses produksi migas. SKK Migas mencanangkan enam inisiatif rendah karbon untuk sektor migas pada era dekarbonisasi ini.
Enam inisiatif tersebut, yakni regulasi, pengurangan emisi fugitive, penggunaan flare, penanaman kembali hutan, teknologi penangkapan karbon (CCS/CCUS), dan manajemen energi. Perlu dilakukan pula modernisasi peralatan, pemasangan panel surya, dan gasifikasi.
Director of Technical Operations PT Migas Utama Jabar (Persero) Muhammad Sani berpendapat penggunaan bahan bakar fosil turut berdampak terhadap kondisi udara di Jakarta belakangan ini.
Di sisi lain, Sani berpendapat selama ini pengelolaan energi terus tersentralisasi alias ditentukan pemerintah pusat. “Sesuai dengan paradigma otonomi daerah, kalau kita lihat sebenarnya di daerah itu juga banyak potensi energi,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News