Hal ini disampaikan Staf Ahli Bidang Hukum dan Kebijakan Publik Kementerian UMKM, Reghi Perdana, dalam seminar nasional bertajuk 'Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan Rekordasi Merek serta Kontribusinya dalam Kelangsungan Berusaha' yang diselenggarakan Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Jayabaya, Sabtu, 24 Mei 2025.
Dengan menyumbang lebih dari 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap hampir 97 persen tenaga kerja, keberadaan UMKM di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata.
Menurut Reghi, UMKM adalah pejuang ekonomi rakyat yang penuh semangat, namun masih banyak yang belum menyadari pentingnya perlindungan hukum atas ciptaan dan merek mereka.
"Negara wajib hadir, memberikan kemudahan dan perlindungan bagi UMKM, terutama dalam aspek legalitas dan HKI. Dengan HKI, pengusaha UMKM bisa terlindungi, dan usahanya berdaya saing serta berkelanjutan," kata Reghi.
Pihaknya juga senantiasa proaktif dalam memberikan pendampingan dan edukasi kepada pelaku UMKM, caranya dengan membuka layanan di 18 wilayah sebagai ruang pertemuan antara regulator dengan pelaku usaha. Ia memberi contoh, di Pontianak, terdapat 1.200 UMKM yang telah difasilitasi untuk pengurusan HKI, sertifikasi halal, NIB, dan layanan hukum.
"Kami menemukan, bahwa setiap tahun selalu ada peningkatan sengketa merek diantara pelaku usaha. Tahun lalu, ada 30 aduan yang kami terima. Sebelumnya hanya 15. Jadi bisa dibilang, HKI ini sangat penting bagi pelaku usaha, terutama UMKM," ujarnya.
Rektor Universitas Jayabaya Fauzie Yusuf Hasibuan mengatakan, HAKI bukan hanya bentuk perlindungan terhadap hasil ciptaan atau merek dagang, tetapi juga memberikan posisi tawar dalam persaingan usaha.
Fauzie menyebu dalam dunia usaha, terdapat dua variabel penting, perlindungan hukum dan rekordasi merek.
"Rekordasi adalah istilah baru yang sangat penting karena memasukkan data HKI ke dalam database kepabeanan. Merek dagang memberikan informasi kepada konsumen tentang kualitas produk," kata Fauzie.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 telah membuka ruang bagi perlindungan dan kemudahan berusaha, termasuk aspek HKI. UMKM di Indonesia mencapai 65–66 juta pada tahun 2024, sebanyak 96 persen masuk kategori mikro.
"Ini menunjukkan bahwa masih banyak yang sangat membutuhkan perlindungan hukum agar tidak kalah dalam kompetisi bisnis," ujarnya.
Ketua Panitia Marisya Icha mengatakan, melalui diskusi panel itu, pelaku UMKM juga didorong untuk mendaftarkan merek dan hak cipta mereka. Kementerian UMKM bahkan memberikan surat rekomendasi kepada pelaku UMKM yang mengikuti kegiatan tersebut, dengan memberikan harga spesial UMKM.
"Cukup dengan membayar Rp500 ribu, UMKM bisa mendaftarkan HKI untuk produk mereka, kami akan bantu. Hari ini ada 350 UMKM yang ikut dalam diskusi kami,” ulas Icha.
Menurutnya, akademisi harus bisa menjembatani antara regulasi pemerintah dan kebutuhan masyarakat.
“Begitu pentingnya UMKM sebagai roda penggerak ekonomi kerakyatan. Banyak yang belum menyadari, bahwa di dalam merek ada juga kekayaan intelektual, daya kreativitas yang harus dilindungi,” kata Ketua Program Studi Magister Hukum Universitas Jayabaya Maryano, di acara yang sama.
UMKM Indonesia bukan hanya menyerap tenaga kerja terbesar di negara ini, tetapi juga menjadi ujung tombak pembangunan ekonomi nasional.
Negara, akademisi, dan pelaku usaha harus bersinergi dalam meningkatkan kesadaran dan aksesibilitas terhadap perlindungan HAKI demi ekonomi kerakyatan yang kuat dan berdaya saing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id