Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran mengatakan, hotel yang sebelumnya digunakan untuk isoman hanya bergantung pada biaya tagihan dari pemerintah. Sebab selama menjadi tempat isoman mereka tidak melayani publik sehingga tidak ada pemasukan lain.
"Selama ini kan hotel-hotel itu hanya digunakan untuk isoman, karena kan tidak boleh dicampur dengan pengunjung lain. Makanya kita sangat berharap pemerintah bisa menyelesaikan tagihannya ini," kata dia kepada Medcom.id, Kamis, 17 Juni 2021.
Tanpa adanya pemasukan tersebut, ia menyatakan, hotel tetap harus mengeluarkan biaya operasional seperti gaji karyawan hingga membayar listrik. Oleh karena itu, tagihan dari pemerintah yang mencapai Rp140 miliar ini menjadi satu-satunya pemasukan.
Maulana menambahkan, PHRI sebelumnya berencana untuk mengajukan surat resmi kepada pemerintah untuk menyelesaikan tagihan ini. Namun saat ini pemerintah sudah lebih dulu mendapat data yang lebih lengkap dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
"Awalnya kita sudah mau mengirim surat ketika mendapat keluhan dari hotel, saat kita sedang mengumpulkan datanya, pemerintah lebih dulu mengeluarkan rilis. Makanya sekarang kita tunggu dari pemerintah seperti apa kelanjutannya," ungkap dia.
Menurut data BNPB, tagihan hotel yang digunakan untuk isoman di DKI Jakarta mencapai Rp200 miliar. Namun pemerintah sudah mengeluarkan dana talangan sekitar Rp60 miliar, sehingga sisanya hanya Rp140 miliar yang belum dibayarkan pemerintah.
Selain meminta penyelesaian tagihan tadi, PHRI juga setuju agar program isoman di hotel melalui pembiayaan pemerintah dihentikan. Alasannya karena pembayaran kepada hotel yang tertunda sehingga berdampak pada operasional usaha.
"Situasi sekarang ini bukan situasi yang bagus untuk industri hotel. Ini situasi yang dilematis. Di satu sisi hotel perlu pemasukan untuk bertahan, di sisi lain ada covid-19. Ini harus ada jalan keluarnya, kalau tidak akan sulit juga bagi perhotelan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News