Penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dilakukan oleh Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid dengan Perdana Menteri Australia Barat Hon Roger Cook MLA.
Langkah ini sebagai tindak lanjut dari MoU sebelumnya untuk implementasi kerja sama yang dilaksanakan pada 2023-2025 guna mewujudkan pengembangan industri baterai kendaraan listrik terintegrasi.
"MoU ini telah membuka pintu yang lebih lebar bagi Indonesia dan Australia dalam mengkapitalisasi inovasi bersama untuk memperkuat posisi di rantai pasok global," ujar Arsjad dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis, 6 Juli 2023.
Australia merupakan pemasok utama litium, sementara Indonesia merupakan produsen terbesar untuk nikel. Dua komponen vital dalam industri baterai kendaraan listrik.
Arsjad mengatakan kedua negara memiliki cadangan yang cukup penting untuk produksi baterai dengan potensi saling melengkapi untuk mewujudkan kerja sama yang saling menguntungkan.
"Kami melihat ada hasrat luar biasa untuk kerja sama yang lebih luas antara Indonesia, Asean dan Australia. Seperti investasi bersama pada area-area strategis dalam pembangunan ekonomi kedua negara," ucap Arsjad.
Australia merupakan mitra dagang terbesar ke-10 bagi Indonesia dengan nilai perdagangan USD12,64 miliar di 2021. Sebagai representasi pelaku usaha di Indonesia, lanjut Arsjad, Kadin mendorong berbagai upaya untuk menghubungkan lebih banyak bisnis dari berbagai sektor antara Indonesia dan Australia, termasuk kerja sama suplai litium.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia dan Vanuatu Siswo Pramono menambahkan, kedua negara dapat berkontribusi lebih besar pada rantai pasok global untuk kebutuhan baterai dan mineral penting dunia. Indonesia diproyeksikan menjadi pusat pengolahan dengan potensi cadangan nikel dan tenaga kerja Indonesia yang berlimpah.
"Lalu, dengan kemudahan akses berbagai bahan baku seperti litium dan didukung oleh standar dan keahlian dari Australia," ucapnya.
Baca juga: Indonesia & Australia Bisa Jadi Duet Produsen Baterai EV Terbesar |
Kesulitan jadi raja baterai kendaraan listrik dunia
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan telah mengakui Indonesia sulit menjadi raja atau penguasa baterai kendaraan listrik dunia, karena tidak memiliki stok litium.
Ini disampaikan Luhut saat menghadiri roundtable meeting yang dijembatani antara Australia Indonesia Business Council bersama Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Perth, Australia.
Luhut menjelaskan, meski Indonesia kaya akan nikel dengan 52 persen cadangan nikel dunia berasal dari Indonesia, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dianggap belum mampu menjadikan Indonesia sebagai raja baterai kendaraan listrik dunia
"Ini karena kita tidak punya lithium yang notabene menjadi bahan utama pengembangan industri baterai kendaraan listrik," ucap Luhut.
Australia dinilai sebagai investor potensial untuk berinvestasi baterai kendaraan listrik. "Untuk itu, kami perlu mendapatkan kepercayaan agar bisa bekerja sama dengan salah satu raksasa litium dunia," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News