Namun, pandemi covid-19 membuat semua sektor usaha terpuruk. Tidak terkecuali sektor agro wisata. Di Desa Pancasari, misalnya. Agrowisata stroberi yang semula diserbu wisatawan, kini masih sepi. Mau tak mau mereka harus berinovasi. Salah satunya, dengan menjual bibit stroberi.
Gede Adi Mustika, petani dari Desa Pancasari, mengubah rutinitas berkebun. Semula dia sibuk melayani pengunjung dari wisatawan domestik maupun mancanegara, di Wiwanda Agro, sebuah agrowisata stroberi yang ia rintis sejak 2013 silam. Sejak terjangan pandemi covid-19 pada 2020 lalu, Gede Adi Mustika pun mengubah haluan strategi bisnis. Kebun seluas 50 are miliknya semula dijadikan sebagai wahana wisata dan edukasi, ada puluhan ribu tanaman stroberi berbagai jenis, yakni Sachinoka, Rosalinda, dan Jumbo Bali.
Cerita tentang kebun agro wisata membawa ingatan Adi Mustika kembali pada tahun 2014.
“Pada umumnya petani stroberi yang ada di sini mereka menjual produknya ke tengkulak. Kebetulan pasarnya ada di pasar Bedugul. Jadi para tengkulak beli ke sini, dibawa ke Bedugul. Nanti terakhir setelah mereka makan, sampahnya kembali ke desa kami. Jadi saya coba untuk membuat ide ini memberikan sebuah edukasi, sensasi petiknya dengan buah yang segar, buah yang sehat. Kita buka pertama kali cuma 6 ribu pohon stroberi di sini, kemudian membeludak. Tahun 2014 kita launching, benar-benar launching kita bukan lagi jualan sampai stroberi habis. Kita kembangkan dari 2014 sampai sekarang ada 45 ribu pohon,” kata Adi Mustika.
Tak hanya memberikan pengalaman memakan buah langsung di kebun hidroponik stroberi, Wiwanda Agrow Gede Adi Mustika juga mengusung konsep wisata edukasi bagi pengunjung khususnya generasi milenial.
Selain menjadi wisata agro, tujuan utama Wisanda Agro adalah memperkenalkan potensi pertanian yang dimiliki Desa Pancasari, yakni stroberi.

(Foto:Dok.Renjana Pictures/Febri)
"Pertama kita berbagi ya, bahasanya 'berbagi.' Jadi kita sering mengundang tokoh masyarakat, pemuda, semuanya saya undang ke tempat ini untuk tahu. Kalau masyarakat petani tidak ada bukti, mereka tidak akan ikut. Jadi kita undang mereka datang ke sini untuk belajar terus, selalu untuk mengetahui. Setelah melihat penghasilannya mereka banyak tertarik. Dari satu orang sekarang ada 60 di sini,” tutur Adi Mustika.
Melalui wisata edukasi ini diharapkan dapat mendorong kecintaan anak muda terhadap bidang pertanian yang dilakukan sambil berwisata. Dia juga berharap selepas berkunjung dan berinteraksi langsung dengan petani, pengunjung mempunyai ketertarikan untuk berkecimpung di bidang pertanian.
"Kita ubah mindset anak muda bahwa bertani itu kotor, atau bertani itu kampungan. Kita berdasi maupun berseragam juga bisa,” jelasnya.

Gede Adi Mustika, petani dari Desa Pancasari, Bali (Foto:Dok.Renjana Pictures/Febri)
Wiwanda Agrow hingga kini eksis mengembangkan sedikitnya 15 jenis stroberi, empat di antaranya menjadi unggulan, yakni Sachinoka, Jumbo Bali, Sweet Stars, dan Rosalinda.
"Biasanya jenis stroberi besar ini adanya di benua Eropa dan Amerika. Tetapi setahun lalu sudah dikembangkan bibitnya oleh 1-2 orang petani kita di sini. Karena kurang publikasi, saya rangkul dan bina. Ternyata setelah di-publish responsnya tinggi sekali dari teman-teman kita di Indonesia,” kata Adi Mustika, yang saat ini juga menjadi asesor Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S).
Pertanian Modern Smart Green House Memantik Petani Milenial
Pada perjalanannya, pertanian modern sedang digalakkan Kementerian Pertanian (Kementan) di berbagai daerah. Program pertanian digital dengan teknologi Screen House atau Smart Green House (SGH) yang diinisiasi oleh Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP), juga dinikmati para petani di Bali. SGH merupakan program terobosan Kementerian Pertanian untuk membangun pertanian modern. SGH juga diproyeksikan menjadi pemikat atau meningkatkan minat kaum milenial di sektor pertanian, khususnya di bidang hortikultura.
Gede Adi Mustika sebagai ketua kelompok tani berkolaborasi dengan kelompok tani lainnya, yaitu Sayram Garden yang diketuai Nyoman Mara Garden.
Pertanian dengan SGH ini menerapkan teknologi digital untuk pengembangan pertanian. Berkat teknologi ini, petani dilindungi dari ancaman gagal panen akibat cuaca yang berubah-ubah. Selain itu, penggunaan pupuk dan air akan semakin terukur.
“Alatnya sangat luar biasa, akan lebih efektif dan efisien dari segi proses produksi, penanaman bibit, pemupukan, panen. Akan menekan biaya produksi petani,” kata Ida Putu Sandiasa, selaku analis PSP Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng.

Analis PSP Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, Ida Putu Sandiasa (Foto:Dok.Renjana Pictures/Febri)
SGH akan menghadirkan pertanian smart farming. Petani tidak perlu lagi ke lahan pertanian untuk mengontrol tanaman. Kendali perkembangan tanaman pertanian dilakukan melalui smartphone berbasis Android dan laptop yang terhubung internet.
Smart farming didefinisikan sebagai sistem pertanian berbasis teknologi yang dapat membantu petani meningkatkan hasil panen secara kuantitas dan kualitas, di antaranya Smart Green House, fertigasi berbasis Internet of Things (IoT), Unmanned Aerial Vehicle (UAV), dan The Normalized Difference Vegetation Index (NDVI).
"Petani pasti punya impian memiliki kebun yang canggih, modern, dan smart. SGH ini saya lihat sebagai fasilitas yang menjadi kebutuhan pertanian modern. Harapan kami hasil produksi meningkat, sekaligus memikat generasi muda untuk bekerja di pertanian,” ujar Nyoman Mara.
Dalam suatu rangkaian sistem SGH, dipasang sejumlah sensor untuk memantau suhu, penggunaan air, dan kebutuhan cahaya. Semuanya diatur melalui sensor yang terhubung ke smartphone maupun laptop.
“Kita dulu petani konvensional di lahan terbuka. Kami kemudian membangun rumah lindung, tanaman terlindung dari hujan. SGH melindungi dari segala faktor penganggu tanaman. Air hujan tidak masuk, ada insect net sehingga hama penyakit tidak masuk. Di dalam SGH dipasang sensor kelembaban media. Jadi tanaman kapan butuh makan, bisa dibaca oleh sensor. Sensor akan memerintahkan pompa memberi makan,” ucap Nyoman Mara.

Ketua P4S Sayram Garden Kabupaten Buleleng, Bali, Nyoman Mara (Foto:Dok.Renjana Pictures/Febri)
Begitu juga untuk memantau kelembaban dan suhu, dipasang alat pengukur. Ketika suhu berlebihan sensor akan memberikan sinyal untuk mengendalikan suhu. SGH juga mengatur intensitas cahaya matahari yang masuk.
“Jika sinar matahari dari pagi sampai jam 10.00 itu sehat untuk tanaman. Jam 12.00-14.00 itu bersifat membakar. Itu ada sensor yang mengatur secara otomatis, shading akan tertutup mengurangi intensitas matahari masuk. Dipasang alat namanya roof fan shading. Harapannya bisa memberikan hasil produksi lebih optimal,” katanya.
SGH memberikan banyak manfaat bagi pertanian, di antaranya terjadi efisiensi dan mendorong peningkatan hasil produksi sehingga akan turut mendongkrak pendapatan petani.
“Harapan kami akan dapat meningkatkan pendapatan petani. Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) tidak hanya produksi tanaman hortikultura, tapi juga sebagai pusat pelatihan petani swadaya. Mahasiswa berbagai daerah hadir ke sini untuk mendapatkan pelatihan langsung oleh ketua bekerja sama dengan P4S lainnya,” katanya.
Manfaat kehadiran SGH telah dibuktikan Gede Adi Mustika dan Nyoman Mara sebagai sarana agro eduwisata. Program dari Ditjen PSP berupa SGH ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang terampil dan mandiri di bidang agro teknologi dan agribisnis dengan potensi wisata dan provitas pertanian di daerah tersebut.
Manfaat bagi para petani, lanjut Nyoman Mara, bahwa petani adalah komponen tenaga kerja ketika kesulitan di SDM.

(Foto:Dok.Renjana Pictures/Febri)
“Jadi ada tenaga kerja pertanian itu sifatnya dia hanya terpaksa bekerja, jadi di sana kami sering mengalami kendala dan mencari petani atau tenaga dipertanian itu mengalami kesulitan. Kesulitannya apa? Kesan sebagai tenaga kerja di pertanian itu kotor. Nah, dengan model ini dia akan bangga menjadi petani. Dia akan bangga menjadi karyawan pertanian karena fasilitas mendukung secara betul-betul smart. Jadi dia akan memiliki suatu kebanggaan sebagai petani. Nah, teknologi ini akan memberikan satu motivasi untuk orang-orang itu (agar) tertarik pada dunia pertanian. Kita di pertanian itu sering ditinggalkan oleh generasi muda, hanya tinggal generasi tua. (Lantas) kapan generasi muda tertarik? Inilah sebagai solusi, bagaimana teknologi itu bisa diterapkan di dunia pertanian sehingga bisa mengefisiensi tenaga kerja, bisa memaksimalkan hasil dan dicintai oleh semua level kalangan, anak muda, milenial bisa tertarik dengan model seperti ini," jelas Nyoman Mara panjang lebar.
Setali tiga uang dengan Nyoman Mara, Gede Adi Mustika juga sangat bersyukur dengan hadirnya Smart Green House dari Kementerian Pertanian.
"Kalau menurut saya SGH sangat menakjubkan, ya. Karena apa? Itu teknologi yang walaupun kita membayangkan saja susah, apalagi melakukan itu harus belajar banyak. Jadi, penting sekali SGH itu dibarengi dengan SDM yang bagus. Nanti mungkin ke depan sangat banyak bisa belajar dari sana dulu untuk sistem SGH karena sudah canggih banget, kan. Semua hal yang dipegang di laptop saja, sedangkan kita bukan dari laptop kan masih harus banyak hal yang perlu diinovasi jadi sempurna sekali SGH-nya. Itu memang kalau bisa ke depan lebih digalakkan,” kata Adi Mustika.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News