Menurut dia, berbagai kemudahan untuk terus mendukung investasi yang lebih besar masuk dalam industri tersebut di antaranya:
- Penyusunan peta jalan pengembangan kendaraan listrik.
- Penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang memberikan kesempatan bagi investor untuk mengembangkan rantai suplai dalam negeri.
- Pemberian insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) nol persen untuk kendaraan listrik berbasis baterai.
Guna mendorong pengembangan kendaraan listrik berbasis baterai di Indonesia, Luhut mengatakan semua pihak perlu fokus pada pengembangan ekosistem kendaraan listrik yang kuat.
Ekosistem tersebut terdiri atas kendaraan listrik dan komponen pendukungnya, industri baterai listrik, industri recycling (daur ulang) baterai listrik, jaringan charging station (stasiun pengisian), dan swap battery (penukaran baterai).
Luhut menjelaskan, setelah mendorong investasi masuk, langkah berikutnya yang akan didorong oleh pemerintah adalah pembangunan jaringan charging station dan battery swap.
"Tanpa jaringan charging station dan battery swap yang memadai akan sulit bagi kendaraan listrik berkembang di Indonesia. BUMN, seperti PLN dan Pertamina dan juga sektor swasta diharapkan juga dapat turut andil dalam pengembangan ini," ujarnya.
Fasilitas daur ulang baterai litium
Lebih lanjut, Luhut mengatakan salah satu rantai suplai yang penting juga dibangun di Indonesia yakni fasilitas daur ulang (recycling) baterai litium yang diharapkan dapat di-groundbreaking pada November 2021 di Morowali, Sulteng.Menurut Luhut, industri daur ulang baterai sangat penting karena mampu mengekstraksi 99 persen logam yang ada dalam baterai bekas. Dengan demikian, Indonesia bisa membangun ekosistem yang mana tidak ada limbah yang terbuang.
"Ini juga saya kira penting, ini menjadi sumber nikel, aluminium, kobalt, dan tembaga. Untuk litium baterai tidak lagi mengandalkan dari alam dan langkah ini memastikan sustainabilitas posisi penting Indonesia dalam mata rantai suplai litium baterai di masa depan," katanya.
Hal yang tidak kalah penting, lanjut Luhut, juga terkait riset dan pengembangan (R&D) yang perlu terus dibangun dalam pengembangan kendaraan listrik di masa depan.
Luhut mengatakan berbagai langkah pemerintah untuk mengembangkan industri baterai dan kendaraan listrik merupakan bentuk nyata dan komitmen keseriusan Indonesia dalam upaya mewujudkan ambisi pengurangan emisi gas rumah kaca.
Pada 2030, Indonesia menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen di bawah skenario business as usual, dan 41 persen dengan bantuan internasional. Pengembangan ekosistem baterai dan kendaraan listrik, lanjut dia, juga jadi program pemerintah Indonesia agar bisa lebih ramah lingkungan.
"Ke depan, masalah climate change ini menjadi topik yang sangat serius oleh Pemerintah Indonesia dan ini juga didorong terus oleh Presiden Joko Widodo," pungkas Luhut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News