Dia menyebut, harga yang dipatok penyewa (lessor) pesawat ke Garuda Indonesia tercatat paling tinggi di dunia, yakni mencapai 60 persen. Alhasil, kondisi itu membebani kinerja keuangan perseroan.
"Kita tahu kondisi Garuda saat ini karena dulu itu kan ugal-ugalan dari penyewa-penyewa pesawat yang dilakukan oleh pihak Garuda. Ugal-ugalan ini yang membuat kondisi Garuda seperti ini dan diperparah dengan kondisi korona. Mereka punya pondasi yang sangat jelek," tuding Arya, dalam rekaman video, dilansir Mediaindonesia.com, Senin, 25 Oktober 2021.
Berangkat dari situ, Kementerian BUMN pun mengaku akan berupaya keras membereskan karut marut Garuda dengan mengambil langkah yang rasional, seperti intens bernegoisasi dengan lessor atau para kreditur.
Saat ini, perseroan berkode emiten GIAA itu akan kembali menghadapi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kedua, yakni dari perusahaan System Integrator (SI) skala nasional yang menyediakan jasa IT, Mitra Buana Koorporindo.
"Kita harus lihat dengan real dan lebih rasional dengan kondisi Garuda saat ini. Tidak sekadar sentimen dan sebagainya, kita harus menyelamatkan dengan cara negosiasi," kata Arya.
"Kalau negosiasi gagal baru kita cari opsi lain dan kita akan carikan cara-cara lain, agar BUMN ini tetap memiliki pesawat. Kita tunggu saja bagaimana negosiasi itu," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News