"Kebutuhan investasi pembangkit non-disbursement hingga 2060 sebesar USD1.165 miliar," kata Luhut dalam acara Media Group News Summit Series bertajuk Indonesia Green Summit 2021, Selasa, 27 Juli 2021.
Ke depan, pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) akan lebih diprioritaskan. Usai 2025, pemerintah bahkan melarang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru, kecuali yang telah masuk masa konstruksi atau telah menandatangani kontrak jual beli listrik (PPA).
Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengembangkan EBT dan menggaungkan energi bersih untuk mencapai bauran energi 23 persen di 2025 dan net zero emission di 2060.
"Pembangkit EBT akan jadi kontributor utama sebagai energi bersih," tutur Luhut.
Hingga saat ini, bauran EBT baru mencapai 13,55 persen. Padahal Indonesia memiliki potensi yang sumber EBT yang bisa dijadikan listrik 505 gigawatt (GW) yang terdiri dari samudra, panas bumi, bioenergi, bayu, hidro, dan surya.
Namun, lanjut Luhut, kapasitas pembangkit EBT hingga 2020 baru sebesar 10,46 GW atau 2,4 persen dari potensi yang ada.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News