PLTS. Foto ; Medcom/Annisa Ayu.
PLTS. Foto ; Medcom/Annisa Ayu.

Demi Kembangkan PLTS Atap, Pembangkit Gas Bakal Dikurangi

Suci Sedya Utami • 27 Agustus 2021 21:43
Jakarta: Pemerintah tengah mendorong pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap. Bahkan di 2025 ditargetkan kapasitas terpasang dari PLTS Atap mencapai 3,6 gigawatt (GW). Pengembangan ini akan berpotensi menurunkan penggunaan pembangkit lainnya salah satunya yang berbahan bakar gas terutama yang berada di Pulau Jawa.
 
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan selama ini ada dua jenis pembangkit yang jadi penopang utama pemasok listrik di Jawa Bali yakni Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) serta Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG).
 
Menurut Rida, apabila listrik yang dihasilkan PLTS Atap nanti masuk ke sistem PLN dan tidak diikuti dengan penambahan permintaan yang tinggi maka akan ada pembangkit yang dimatikan.

"Dalam hal ini yang paling mungkin ada dua yang berbasis gas dan batu bara. Yang paling gampang dari sisi ekonomi dan teknis yakni kurangi pembangkit listrik berbasis gas yang melalui pipa, LNG atau CNG," kata Rida dalam konferensi pers virtual, Jumat, 27 Agustus 2021.
 
Menurut Rida, pembangkit gas lebih banyak berfungsi sebagai follower atau peaker yang bisa dinaik turunkan, bukan baseload yang harus siap 24 jam. Sehingga dari sisi teknis memang lebih memungkinkan untuk digantikan oleh PLTS Atap. Diakui Rida, dengan pengurangan pembangkit gas tentu akan berimbas pada konsumsi gas PLN.
 
Saat ini beban puncak di Jawa Madura Bali (Jamali) 25 ribu Megawatt (MW) yang ditopang oleh pembangkit gas dan batu bara, serta panas bumi. Dengan  masuknya PLTS Atap misalnya dengan kapasitas satu GW itu akan ada penyesuaian pembangkit yang bersifat peaker yaitu pembangkit gas.
 
"Besaran kontribusi pembangkit berbasis gas dibandingkan dengan beban puncak Jamali yang 25 ribu MW, gas itu karena sifatnya follower turun 3.000 MW sampai 6.000 MW," ujar Rida.
 
Berdasarkan kajian Ditjen Ketenagalistrikan, dengan kapasitas PLTS Atap satu GW, maka akan mengurangi konsumsi gas sebesar 62,788 juta british thermal unit per hari (MMBTUD) atau tujuh persen dari total pemakaian gas per hari untuk pembangkitan listrik di wilayah Jamali.
 
Kemudian dari sisi keekonomian penggunaan PLTS Atap akan lebih efisien dari sisi biaya operasi. Menurut Rida jika dibandingkan biaya operasi pembangkit gas dengan harga gas USD6 per MMBTU tentu penggunaan PLTS Atap bisa menurunkan Biaya Pokok Produksi (BPP).
 
BPP memiliki dua komponen yakni fuel cost dan non-fuel cost. Untuk fuel cost itu terdiri dari tiga komponen antara lain pembelian listrik dari IPP, pembelian bahan baku untuk pembangkit PLN sendiri, serta sewa pembangkit.
 
"Secara nominal BPP turun, karena yang kita turunkan pembangkit mahal dibandingkan PLTS Atap yang murah. Jadi ada penghematan di situ ujung-ujungnya ke BPP," jelas dia.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan