Ilustrasi komoditas gas yang mengalami kenaikan signifikan di Eropa - - Foto: dok MI
Ilustrasi komoditas gas yang mengalami kenaikan signifikan di Eropa - - Foto: dok MI

Kenaikan Harga Komoditas Untungkan Indonesia, Kok Bisa?

Fetry Wuryasti • 16 Maret 2022 16:44
Jakarta: Indonesia kejatuhan durian runtuh di tengah prospek ekonomi global yang menantang imbas rencana percepatan pengetatan moneter The Fed dan konflik Rusia-Ukraina.
 
Pasalnya, kenaikan harga komoditas mendorong surplus neraca dagang pada Februari 2022 sebesar USD3,82 miliar. Angka ini mampu mengalahkan ekspektasi pasar yang berada di angka USD1,66 miliar.
 
"Pelebaran surplus neraca dagang tersebut disebabkan adanya kenaikan harga komoditas yang diikuti dengan kuatnya permintaan global," kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Indonesia Maximilianus Nico Demus, Rabu, 16 Maret 2022.


Tingkat ekspor kembali menopang surplus tajam yang terjadi dengan kenaikan sebesar 34,14 yoy ke posisi USD20,46 miliar, dengan kontribusi produk nonmigas sebesar 35,24 persen dan produk migas sebesar 15,60 persen.
 
Tak hanya ekspor, kinerja impor turut mengalami kenaikan sebesar 25,43 persen menjadi USD16,64 persen yang didorong oleh pembelian migas yang melonjak tajam mencapai 122,52 persen dan nonmigas sebesar 14,84 persen.
 
Hal tersebut turut membawa posisi cadangan devisa pada Februari 2022 relatif terjaga, meskipun adanya pembayaran utang luar negeri serta defisit transaksi berjalan berpotensi semakin mengecil.
 
Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022, nilai tukar Rupiah terhadap USD terpantau menguat sebesar 0,35 persen. Apabila perang masih berlanjut, nilai tukar rupiah/USD berpotensi melanjutkan penguatan ke level Rp14.200-an.
 
"Hanya saja, pengetatan moneter melalui kenaikan tingkat suku menjadi tantangan bagi pasar saham dan khususnya obligasi. Jika ditelaah lagi, tekanan imbas pengetatan moneter akan tetap dirasakan cepat atau lambat," kata Nico.
 
Bank Indonesia, katanya, kemungkinan tetap akan melakukan penyesuaian terhadap kebijakan moneter sebagai kompensasi risiko melalui kenaikan tingkat suku bunga. Hal ini dapat tetap memikat investor untuk berinvestasi di Indonesia, meskipun peringkat Indonesia sebagai negara berkembang masih di level BBB.

 
"Saat ini kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga sebesar 25 bps bulan ini sudah hampir pasti, namun kami melihat tingkat suku bunga Bank Indonesia yang akan dirilis pada pekan ini diperkirakan masih belum berubah atau terkendali di level 3,5 persen sampai dimulainya tapering dalam negeri yang direncanakan akan dimulai pada Maret ini melalui kenaikan GWM perbankan," pungkas Nico. 
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan