Ilustrasi kilang minyak. Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Ilustrasi kilang minyak. Foto: Antara/Yudhi Mahatma

Sektor Migas Indonesia Tak Lagi Seksi

Suci Sedya Utami • 24 Agustus 2020 12:48
Jakarta: Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudi Rubiandini menilai industri hulu minyak dan gas bumi (migas) di Tanah Air tidak lagi seksi bagi investor.
 
Rudi mengatakan cadangan (reserve) migas Indonesia kecil dibandingkan negara lain. Untuk minyak, cadangan Indonesia hanya 3,2 juta barel atau 0,2 persen dari cadangan dunia. Sedangkan natural gas sebesar 32,8 miliar standar kaki kubik atau 1,4 persen dari cadangan dunia. Selain itu, kontrak bagi hasil yang ditawarkan pada investor pun dinilai sudah ketinggalan zaman (obsolete).
 
"Indonesia sekarang bukan lagi 'wanita cantik' yang ditawar semua orang. Kita ini kalau pun sudah pakai baju bagus, pakai lipstik tetap tidak laku karena reserve-nya sudah kecil, kemudian kontrak kita sudah obsolete," kata Rudi, Minggu, 23 Agustus 2020.

Dalam kontrak bagi hasil yang berlaku di Indonesia yang salah satunya cost recovery, pemerintah memberikan kewenangan kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk melakukan aktivitas produksi minyak. Dari produksi tersebut, sebesar 85 persen diklaim sebagai bagian pemerintah sedangkan 15 persen merupakan hak dari kontraktor ini untuk minyak.
 
Sementara untuk gas porsi pembagiannya 70;30 persen untuk pemerintah dan kontraktor. Menurut Rudi, porsi bagi hasil ini harus diubah untuk menggairahkan minat investor.
 
"Bagi Indonesia ada sesuatu yang harus dibenahi. Kalau mau tuning harus ganti share number-nya, bukan lagi 85:15 untuk minyak, bukan lagi 70:30 untuk gas," tutur dia.
 
Selain itu, Rudi juga menggarisbawahi Indonesia harus mampu memperbaiki iklim investasi yang kondusif sehingga investor mau datang, antara lain melalui revisi UU Migas, revisi UU Energi, perbaikan sistem kontrak, sistem fiskal, kepastian hukum, dan jaminan keamanan.
 
"Debirokratisasi, transparansi, efisiensi antara lain melalui penyajian jenis kontrak lain seperti kontrak gross revenue split, atau royalti atau sliding share sehingga memberi ruang untuk investor memilih jenis kontrak," jelas Rudi.
 
Pemerintah, melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang kontrak bagi hasil gross split, sebenarnya telah memberikan keleluasaan bagi investor untuk memilih bentuk atau skema kontrak kerja sama migas.
 
Hal tersebut ditekankan dalam pasal 2 ayat 2 yang menyatakan penetapan bentuk dan ketentuan pokok kontrak kerja sama dapat menggunakan bentuk kontrak bagi hasil gross split, kontrak bagi hasil dengan mekanisme pengembalian biaya operasi (cost recovery), atau kontrak kerja sama lainnya.  
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan