Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo menegaskan, Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) bahkan telah menggelar uji publik akhir Juli lalu tanpa pernah ada komunikasi dengan pelaku IHT.
"Semestinya uji publik ada untuk kita memberi masukan, tapi karena sebelumnya kami tidak pernah diajak berdiskusi, jadi secara prosedural kami tidak tahu apapun terkait prosesnya, dan tiba-tiba diundang untuk uji publik," kata dia kepada wartawan, Jumat, 12 Agustus 2022.
Ia khawatir kehadiran para pelaku IHT dalam uji publik itu hanya untuk menjustifikasi bahwa mereka sudah diajak diskusi, dan tiba-tiba revisi PP 109/2012 disahkan. Padahal AMTI dengan tegas tidak setuju dengan poin-poin revisi yang diajukan.
Kementerian Kesehatan dipastikan akan mengajukan kembali izin prakarsa revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Meski pengajuan ini sudah ditolak Kementerian Sekretariat Negara (Setneg) akhir tahun lalu.
"Jadi akan mulai dari nol lagi. Sekarang sedang ada di Kemenkes untuk diajukan kembali izin prakarsanya," kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto.
Sayangnya, Agus enggan memberi penjelasan lebih detail kapan rancangan beleid ini kembali diserahkan ke Setneg. Yang jelas ada beberapa poin anyar yang akan dijangkau PP 109/2012 jika kelak aturan tersebut bisa disahkan pemerintah.
"Ada lima poin utama. Pertama adalah pembesaran pictorial health warning (PHW) dari 40 persen menjadi 90 persen, kemudian larangan penjualan rokok eceran, ketiga pengaturan iklan di media sosial (digital), kemudian pengaturan rokok elektrik, dan terakhir terkait pengawasan," sambungnya.
Baca juga: Pemerintah Diminta Perkuat Penegakan Hukum PP 109/2012 |
Budidoyo menilai minimnya partisipasi pelaku IHT menjadi salah satu pertimbangannya dalam menolak revisi PP 109/2012, selain poin-poin revisi yang juga sangat memberatkan. Terlebih, implementasi PP 109/2012 saat ini dinilai sudah cukup menekan IHT.
Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) menyebut upaya Kemenko PMK menggelar uji publik terkait Perubahan PP 109/2012 cukup mengagetkan dan terkesan dipaksakan. Gappri dengan tegas menolak perubahan PP 109/2012.
"Pasalnya, kami melihat PP 109/2012 yang ada saat ini masih relevan untuk diterapkan," ujar Ketua Umum Gappri Henry Najoan.
Ia beralasan, jika tujuan perubahan PP 109/2012 untuk menurunkan perokok pada anak dan remaja dengan indikator prevalensi, seharusnya tidak perlu dilakukan. Mengingat data resmi pemerintah menunjukkan angka prevalensi sudah turun jauh dari target pada 2024.
Data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional KOR (SUSENAS KOR) menyatakan, prevalensi perokok anak terus menurun. Dari 9,1 persen pada 2018, turun menjadi 3,87 persen pada 2019, turun lagi pada 2020 menjadi 3,81 persen, bahkan tinggal 3,69 persen pada tahun lalu.
"Melansir catatan Kementerian Keuangan, produktivitas rokok terus menurun sejak 2013. Sedikit banyak, PP 109/2012 juga memiliki pengaruh atas penurunan ini. Dengan pengendalian yang lebih eksesif, kami yakin revisi PP 109/2012 bakal mematikan IHT," kata Budidoyo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News